Visa Dosen Asing Lebih Fleksibel
JAKARTA – Menristekdikti Mohamad Nasir meluruskan kabar terkait adanya impor dosen atau impor profesor. Dalam rapat dengan Komisi X DPR kemarin (25/4) dia mengatakan masuknya dosen asing itu terkait dengan program World Class Professor (WCP). Selama ini ada masalah terkait pengurusan visa dosen asing.
Nasir menjelaskan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) itu juga terkait dengan pendidikan tinggi. ’’Bukan supaya tenaga kerja asing banjir di Indonesia. (Tetapi supaya, Red) sistem mudah,’’ katanya.
Dia mengatakan selama ini ada masalah terkait visa untuk para dosen asing yang ingin mengajar di Indoesia. Yakni visa mereka hanya berlaku untuk sebulan saja. Kemudian mereka harus keluar Indonesia untuk mengurus visa kerja itu kembali. ’’Menjadi costly. Ini biayanya mahal,’’ jelasnya.
Nah setelah ada regulasi baru itu, Nasir berharap visa kerja bagi para dosen asing bisa lebih fleksibel. Misalnya durasinya bisa aktif mulai dari enam bulan, setahun, bahkan sampai dua tahun. Tergantung durasi kontrak antara dosen asing tersebut dengan kampus di Indonesia. Selama berada di Indonesia dosen asing itu bisa menjadi pembimbing mahasiswa S3. Mulai dari penelitian, publikasi internasional, bahkan sampai merancan inovasi.
Nasir menjelaskan masuknya dosen asing ke Indonesia itu biaya disebut sebagai staff mobility. Selain dosen asing masuk ke Indonesia, juga ada dosen lokal yang ke luar negeri untuk menambah wawasan internasional. Kemudian juga ada student mobility. Program ini menurut dia, menjadi salah satu perhitungan untuk menjadikan kampus berkelas dunia (world class univeristy).
Tahun ini kuota program WCP dipatok 70 orang. Skemanya adalah kampus dalam negeri mengusulkan ikut program ini ke Kemenristekdikti. Setiap usulan itu disertai dengan nama profesor kelas dunia baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam setiap proposal yang diusulkan, juga termasuk paparan rencana program atau capaiannya.
Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, tahun lalu melalui program WCP itu bisa menghasilkan sejumlah publikasi internasional. Dia menegaskan bahwa yang dimaksud dengan profesor kelas dunia atau world class professor tidak mutlak harus orang asing. Bisa juga profesor dalam negeri. ’’Yang jelas kami sudah tetapkan standarnya,’’ jelasnya. Standar itu mulai dari prestasi akademik, publikasi internasional, capaian inovasi, dan sejenisnya.
(wan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: