>

JAKARTA – Rupiah kembali terperosok. Pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), kemarin (21/6) rupiah dihargai Rp 14.090 per dolar AS (USD). Berdasar data Bloomberg, di pasar spot rupiah bertengger di level Rp 14.102 per USD.

Analis senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menyatakan, pergerakan rupiah terlihat belum merespons rencana Bank Indonesia menaikkan kembali suku bunga BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR). Di sisi lain, meningkatnya kekhawatiran atas terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok membuat permintaan mata uang safe haven meningkat.

Dia menilai, belum ada sentimen baru yang dapat membuat rupiah bergerak signifikan. ”Pelaku pasar tampaknya masih dalam posisi wait and see mencermati sentimen yang ada,” katanya kemarin.

Pada bagian lain, CEO Citi Indonesia Batara Sianturi mengatakan bahwa pihaknya akan mencermati pergerakan suku bunga deposito dari bank-bank lain. Sebab, beberapa bank telah menaikkan suku bunga depositonya. ”Setelah Lebaran ini akan kami lihat,” katanya.

Meski demikian, menurut dia, kondisi likuiditas di Citibank masih aman. Karena itu, sejauh ini belum ada kenaikan suku bunga simpanan dari bank asal AS tersebut. Sebelumnya, kenaikan suku bunga simpanan pada perbankan dilakukan karena BI telah menaikkan suku bunga BI-7DRRR sebagai salah satu upaya untuk menstabilkan nilai tukar.

Melemahnya rupiah membuat cadangan devisa sempat tergerus. Cadangan devisa terus menurun sejak awal tahun. Mei lalu cadangan devisa tersisa USD 122,9 miliar.

Cadangan tersebut berkurang terutama karena devisa digunakan untuk intervensi pasar oleh BI di pasar valuta asing (valas) dan surat berharga negara (SBN) untuk stabilisasi nilai tukar. Selain itu, devisa digunakan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menuturkan, kondisi utang luar negeri Indonesia masih dalam struktur yang sehat. Utang luar negeri Indonesia pada akhir April 2018 tumbuh melambat menjadi USD 356,9 miliar. Utang luar negeri tercatat tumbuh 7,6 persen secara year-on-year (yoy). Melambat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,8 persen. Perlambatan itu terjadi baik pada utang pemerintah maupun swasta.

Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir April 2018 stabil di kisaran 34 persen. Berdasar jangka waktu, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi utang jangka panjang, yakni 86,7 persen, dari total utang luar negeri.

”BI berkoordinasi dengan pemerintah terus memantau perkembangan utang luar negeri dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran utang luar negeri dalam mendukung pembiayaan pembangunan,” ujar Agusman. Itu dilakukan agar utang tetap terkendali tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.

(rin/c10/fal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: