>

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya menyelesaikan berkas perkara e-KTP dengan tersangka Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung. Pemeriksaan sejumlah elit pun dilakukan untuk melengkapi keterangan yang dikumpulkan penyidik lembaga superbodi tersebut. Salah satunya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Kemarin (2/7), Yasonna diperiksa KPK selama sekitar dua jam. Sama dengan saksi lain, mantan anggota Komisi II DPR itu dimintai keterangan seputar Irvanto dan Made Oka. Serta, terkait dengan indikasi bagi-bagi uang e-KTP di kalangan dewan pada saat proyek tersebut bergulir 2011-2012. ”Sama saja dengan keterangan yang lalu,” ujarnya usai diperiksa.

Selain memeriksa Yasonna, KPK kemarin sejatinya mengagendakan pemeriksaan untuk mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical. Namun, pengusaha ternama itu tidak memenuhi panggilan lantaran ada kegiatan di luar negeri. Selain Ical, anggota Komisi III DPR Mulyadi juga mengirim surat ke KPK karena tidak bisa hadir dalam pemeriksaan kemarin.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, para saksi yang diperiksa kemarin merupakan upaya penyidik untuk mengkonfirmasi keterangan atau informasi yang diperoleh. Hal itu dilakukan untuk memastikan kebenaran dari informasi yang didapat. ”Semua informasi yang kami terima sudah barang tentu kami konfirmasi kepada orangnya,” tuturnya.

Lalu bagaimana dengan nasib penanganan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov)? Basaria belum mau berkomentar banyak. Dia hanya berjanji bakal mengumumkan perkembangan kasus tersebut. ”Nanti kalau sudah OK, sudah safe, pasti diumumkan,” ujar purnawirawan perwira Polri tersebut.

Lambatnya penanganan perkara TPPU Setnov itu merupakan hal mundur bagi KPK. Sebab, saat tuntutan perkara e-KTP, jaksa KPK mendalilkan bahwa perkara Setnov serasa TPPU. Itu seiring aliran uang e-KTP kepada Setnov yang melintasi beberapa negara. Artinya, TPPU itu kuat mengarah pada Setnov.

Sumber internal KPK menyatakan, penanganan perkara TPPU Setnov bergantung pada pimpinan. Sebab, pimpinan lah yang bisa mendorong para penyidik untuk segera membuka perkara TPPU tersebut. ”Tagih saja janjinya (pimpinan KPK soal TPPU Setnov),” ujar sumber tersebut.

Soal sikap pimpinan yang tidak banyak berkomentar soal TPPU Setnov, sumber itu mengungkapkan memang muncul indikasi penanganan perkara itu tidak akan dinaikan ke penyidikan. Setidaknya, sampai satuan tugas (satgas) yang menangani kasus e-KTP, kembali dalam formasi semula. Yakni, dengan Novel Baswedan sebagai pimpinannya.

”Ini penting, karena bisa jadi itu (Setnov tidak dikenakan TPPU) adalah garansi,” ungkap sumber tersebut. Garansi yang dimaksud adalah berkaitan dengan indikasi tawar menawar proses hukum Setnov di KPK. ”Ada garansi istri sama anaknya nggak kena (jadi tersangka) dan garansi TPPU-nya nggak akan dikenain.”

Sebagaimana diketahui, Setnov divonis hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta serta uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar. Baik KPK maupun Setnov tidak mengajukan banding atas putusan tersebut. Sehingga, KPK pun langsung mengesekusi pidana Setnov ke Lapas Sukamiskin.

(tyo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: