>

JAMBI - Sepanjang 2018, 74 hektare lahan terbakar akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Jambi. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi, Bachyuni Deliansyah, Selasa (10/7), mengatakan, 74,6 hektar lahan terbakar itu meliputi areal hutan 29,5 ha, Area Penggunaan Lain (APL) 45,1 ha, hutan mineral 7,4 hektar, lahan gambut 0,6 ha.

Seluruh kebarakan lahan itu merupakan ulah tangan manusia karena yang terbakar bukan perkebunan. Ini diduga dilakukan oleh oknum yang ingin membuka lahan baru. 

“Semuanya itu dibakar, karena lahan bebas, meraka ingin membuka lahan, bisa jadi untuk dijadikn kebun,” ujarnya. 

Luasnya lahan terbakar dikarenakan lahan yang cukup jauh. Ini disebabkan akses yang sangat sulit dijangkau oleh kendaraan, tim harus berjalan kaki menuju lokasi titik api. 

“Lokasi sulit dijangkau, kendaraan yang bisa masuk hanya motor, tim harus berjalan kaki masuk,” tegasnya. Sebegai upaya persuasive, BPBD gencar mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak membakar hutan untuk membuka lahan.

Ditanya indikasi banyaknya kebakaran hutan di Provinsi Jambi?, Bachyuni mengatakan, Pemprov Jambi dalam waktu dekat akan menaikkan status dari kesiapsiagaan menjadi siaga darurat. Karena untuk penetapan mensyaratkan tiga kabupaten. Kabupaten yang berstatus siaga darurat Karhutla, yakni, Marangin, Muaro Jambi, sementara Tebo baru terindikasi dan dalam status siap siaga.

“Merangin dan Muaro Jambi sudah sampai ke Saya SK-nya. Tebo belum. Setelah itu baru Provinsi bisa manaikkan status juga,” katanya.

Nantinya, setelah naik status, Provinsi Jambi akan mendapatkan bantuan dari pusat. BNPB akan memberikan bantuan helikopter untuk water bombing dan patroli udara. 

Ditambahkan Bachyuni Deliansyah, titik panas pada Juli mengalami kenaikan signifikan. Selama 10 hari bulan Juli, sudah terpantau 17 titik panas yang berada di Merangin, Tebo, Batanghari, Tanjab Timur dan Tanjab Barat.

Bulan sebelumnya, terpantau 16 titik panas dalam satu bulan. Januari 2018 lalu, terpantau 20 titik panas. Sementara bulan Februari, Maret, April dan Mei, hanya satu atau dua titik panas.

“Kalau dilihat dari bulan Januari hingga Juli, kenaikan titik panas di bulan Juli cukup signifikan. Karena dalam 10 hari terpantau 17 titik panas. Empat titik diantaranya merupakan titik api,” pungkasnya.

(aba)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: