Aceh Tetap Bagian NKRI, Permintaan Referendum karena MoU Helsinki Belum Selesai
![Aceh Tetap Bagian NKRI, Permintaan Referendum karena MoU Helsinki Belum Selesai](https://jambiekspres.disway.id/foto_berita/default-image-wide.jpg)
JAKARTA - Adanya permintaan referendum dari tokoh di Aceh dinilai karena masih ada tuntutan MoU Helsinki tentang perjanjian damai antara RI-GAM yang belum terselesaikan. Persoalan referendum sendiri sudah tidak ada dalam hukum positif di Indonesia.
\"Mungkin memang ada tuntutan tentang MoU Helsinki yang belum terselesaikan,\" kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (18/6).
Dia mengaku sudah mengecek ke Kemendagri. Namun memang masalah teknis dan bukan karena keengganan pemerintah pusat. \"Ada hal-hal teknis yang perlu dikoordinasikan lagi, dan belum selesai,\" imbuhnya.
Pertemuannya dengan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf pun batal dilakukan pada Selasa (18/6) ini. Ini lantaran Muzakir tengah mengikuti rapat KONI. \"Saya pikir tidak ada masalah. Bertemu atau tidak bertemu sudah jelas masalahnya. Bahwa beliau menarik pernyataannya soal referendum dan tetap mengakui Aceh sebagai bagian NKRI yang tak terpisahkan,\" tegas mantan Panglima ABRI ini.
Wiranto menegaskan tidak ada kekhawatiran soal referendum. Sebab, referendum tidak ada dalam khasanah hukum positif di Indonesia. \"Aturan soal referendum sudah dicabut. Baik Tap MPR-nya maupun UU-nya juga sudah tidak ada. Jadi, tidak perlu takut,\" paparnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membentuk tim kajian dan advokasi terhadap Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan butir-butir perdamaian antara Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tim ini dibentuk karena isi perjanjian damai belum dijalankan semuanya.
Tim yang diberi nama Tim Kajian dan Advokasi MoU Helsinki 2005 dan UUPA Nomor 11 Tahun 2006, berfokus pada aspek kewenangan Aceh dan pendapatan Aceh. Tim ini bekerja sejak Maret lalu dan sudah melakukan penelitian lapangan sejak Mei.
Anggota tim terdiri dari tenaga ahli praktisi dan akademisi dari berbagai Universitas di Aceh seperti Unsyiah, UIN Ar-Raniry dan Unimal. Kajian akademis rencananya dilakukan berdasarkan data sampling yang diperoleh di lapangan, mencakup sembilan kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
\"Tim ini akan melakukan pengambilan data melalui wawancara dengan mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan proses pembentukan perjanjian damai MoU Helsinki dan UUPA, serta pakar-pakar hukum tata negara dan keuangan negara baik yang berada di Aceh, Jakarta dan maupun Luar negeri,\" kata Ketua DPR Aceh Sulaiman, Selasa (18/6).
Menurutnya, output yang diinginkan yaitu hasil kajian dalam bentuk naskah akademik, terdiri dari Buku-I tentang Kajian Normatif dan Konseptual MoU Helsinki dan UUPA Nomor 11/2006. Sementara Buku II tentang Implementasi dan Implikasi dari MoU Helsinki dan UUPA 2006 terhadap Perdamaian dan Kesejahteraan bagi Aceh. \"Hasil ini akan menjadi bahan advokasi politik, hukum, sosial dan budaya dalam rangka keberlanjutan perdamaian antara pemerintah dan rakyat Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia. Ini akan menjadi bukti sejarah hasil komitmen penyelesaian konflik Aceh, melalui perjanjian damai antara GAM dengan Pemerintah RI di Helsinki Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005 lalu,\" paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cagee, menyatakan setelah 13 tahun perdamaian RI-GAM diteken, butir-butir MoU Hensinki dan UUPA yang sudah berjalan baru yaitu lembaga wali nanggroe, partai lokal dan dana otonomi khusus (Otsus). Khusus untuk dana Otsus akan berakhir pada 2028 mendatang.
(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: