>

Baleg DPR Ungkap Kendala Pengangkatan Honorer K2 jadi PNS

Baleg DPR Ungkap Kendala Pengangkatan Honorer K2 jadi PNS

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menegaskan bahwa legislatif prinsipnya setuju untuk merevisi UU Nomor 14 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) demi mengangkat honorer K2 jadi PNS.


Namun demikian, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyebut mengenai kendala utama pengangkatan honorer K2 selama ini, yakni dari sisi pemerintah dan keuangan negara.

\"Sekali lagi, dengan segala hormat, DPR sifatnya setuju. Problemnya pemerintah yang tahu anggarannya, yang tahu kemampuan anggaran kita,\" kata Baidowi saat berbincang dengan jpnn.com, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11).
\"Itu (pemerintah dan DPR) harus punya good will yang sama, sehingga tidak berat sebelah. Selama ini kan bertepuk sebelah tangan ini,\" sambung legislator asal Madura ini.

Saat itu dia juga sempat menyodorkan salah satu solusi yang bisa dibahas untuk dijadikan pasal di perubahan UU ASN, yakni pengklasifikasian honorer K2 berdasarkan usia untuk bisa diangkat menjadi CPNS.

Misalkan bagi tenaga honorer yang sudah mengabdi sepuluh tahun, maka batas usianya ditetapkan sekian. Sedangkan bagi yang sudah lebih lama mengabdi batas usianya juga ditambah.
\"Contoh, K2 yang sudah mengabdi sepuluh tahun, mungkin batas usianya ya 40 tahun. Bagi yang sudah mengabdi lebih dari itu batas usianya dinaikkan. Itu kan salah satu solusi,\" kata Baidowi.

Menurutnya, ada beberapa solusi yang nanti bisa ditawarkan dalam pembahasan revisi UU ASN. Akan tetapi semua kembali pada sikap pemerintah apakah punya sikap yang sama atau tidak dengan DPR.
\"Tetapi sekali lagi kami menunggu good will dari pemerintah, untuk bisa ikut bersama-sama membahas revisi UU ASN. Karena jangan seperti yang di periode lalu,\" tegas politikus yang beken disapa dengan panggilan Awiek ini.
Pada periode 2014-2019, lanjutnya, UU ASN sudah menjadi usul inisiatif DPR dan diajukan kepada pemerintah untuk dimintakan persetujuan pembahasan dan DIM-nya. Pemerintah pun setuju membahas. Namun tidak kunjung menyerahkan DIM (daftar inventarisasi masalah).

\"Ini kan persoalan. Selama pemerintahnya seperti itu ya repot kita DPR mau berteriak-teriak. Kenapa? Legacy pembuatan UU itu ada di DPR dan pemerintah, salah satu pihak tidak setuju ya tidak jalan,\" tandas Achmad Baidowi. (fat/jpnn)

sumber: www.jpnn.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: