>

Liga Move Forward

Liga Move Forward

Wednesday, 03 Maret 2021

Oleh: Azrul Ananda

Alhamdulillah. \"Eksperimen\" yang dilakukan di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, bisa dibilang berjalan lancar. Kompetisi basket pelajar DBL di provinsi itu telah berjalan, berakhir pada 26 Februari lalu. Rasanya, inilah kompetisi formal olahraga pertama yang diselenggarakan di Indonesia sejak pandemi menerpa kita semua.

Ini bukan liga profesional. Ini bukan di kota besar. Tapi menurut saya ini sangat signifikan. Karena ini bisa jadi contoh bagaimana kita semua bisa move forward, bukan sekadar move on, dari pandemi. Sejarah itu dilaksanakan di Lombok.

Terus terang, perasaan tegang terus kami rasakan selama event tersebut berlangsung di Lombok. Ketika akhirnya berakhir, perasaan terbesar adalah lega. Dengan sedikit tegang tersisa, sambil menunggu kepastian bahwa kompetisi pembuka ini tidak menyisakan masalah.

Sekarang, itu semua sudah terlewati. Sekarang, kami bisa bercerita. Bagaimana kompetisi itu berjalan, bagaimana protokol kesehatannya dibuat dan diterapkan, serta bagaimana eksekusinya di lapangan.

Sebelum saya cerita, perlu ditegaskan lagi pentingnya \"move forward\" itu. Beda dengan \"move on.\" Kalau sekadar \"move on,\" bisa diartikan melupakan, mengabaikan, dan meninggalkan begitu saja. Ya sudahlah, kita move on saja!

Kalau \"move forward,\" itu kita harus bergerak atau melangkah maju. Bukan sekadar sikap, melainkan tindakan. \"Move on\" bisa berarti cuek dan tidak berbuat apa-apa. \"Move forward\" harus berbuat sesuatu.

Sebagai orang yang terlibat di industri olahraga, di berbagai cabang, terus terang saya mulai bosan. Berkali-kali membaca atau mendengar wacana, ungkapan niatan, tapi tak kunjung ada action-nya.

Nanti kita akan begini. Nanti harus begini.

Hanya ucapan. Tidak ada tindakannya.

Repotnya lagi. Bagi yang benar-benar ingin bergerak maju, kadang sudah tidak tahan dengan kegaduhannya terlebih dahulu. Kita semua harus mengakui kalau negara kita ini negara gaduh. Apa-apa ribut dulu sebelum ada perbuatan apa-apa. Kita mengekang diri sendiri. Kita saling menahan satu sama lain. Alhasil, banyak dari kita mending diam saja daripada dianggap salah.

Lucunya (di mata saya), akhirnya banyak pihak mencoba mensiasati. Karena dilarang bikin balapan sepeda resmi, banyak pihak mengakalinya dengan bikin \"latihan bersama.\" Walau pada akhirnya tetap balapan, tetap ada upacara podium dan pialanya. Tapi karena \"latihan bersama,\" tidak masalah.

Ya Tuhan. Masak karena pandemi kita semua harus bohong pada diri sendiri?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: