Dewa Kipas Marketing Catur
Besoknya, keraguan itu terjawab spektakuler. Penonton GOR berkapasitas sekitar 3.000 orang itu harus \"isi ulang\" dua kali. Penuh untuk final putri, lalu dikosongi dan dipenuhi lagi untuk final putra. Ada yang bilang, itu rekor penonton basket di Jawa Timur waktu itu, mengalahkan laga PON beberapa tahun sebelumnya.
Sekarang, hampir 20 tahun kemudian, laga SMA sudah tidak lagi laga \"anak-anak SMA.\" Penontonnya bisa jauh lebih banyak dari yang profesional. Tapi butuh kerja keras, ketekunan, serta biaya komersial luar biasa untuk mencapai titik ini.
Mungkin karena dianggap berhasil di DBL, saya berkali-kali ditemui dan ditanyai oleh pelaku dunia olahraga lain. Bagaimana membuat olahraga mereka bisa populer seperti basket SMA. Macam-macam olahraganya, termasuk misalnya ski air.
Terus terang, sangat sulit untuk menjawabnya. Kita harus benar-benar menjalani olahraga itu untuk memahami \"soul\"-nya. Di sisi lain, kita harus open mind, sehingga terbuka untuk menerima masukan dari orang luar. Kemudian, menemukan titik keseimbangan di tengah, sehingga bisa berkembang mengikuti \"dunia luar,\" tanpa mengorbankan soul-nya.
Ada tuntutan idealisme mengembangkan olahraga, ada tuntutan marketing. Orang olahraga belum tentu ngerti marketing, dan orang marketing --apalagi yang pegang uang sponsorship-- sangat bisa menghancurkan sebuah olahraga dalam jangka panjangnya!
Sulit memahaminya? Melakukannya lebih sulit lagi!
Karena itu saya tidak akan pernah mau sok tahu, memberi saran untuk yang lain harus berbuat apa. Yang paling baik bagi saya adalah menceritakan apa yang saya alami dan lakukan, siapa tahu memberi ide atau inspirasi untuk olahraga lain itu.
Apa yang sekarang dialami catur, adalah sebuah berkah dari Tuhan. Kapan lagi catur jadi perbincangan umum seperti ini. Seheboh-hebohnya dibicarakan di kalangan catur, opportunity berkembang jauh lebih besar ketika diperbincangkan di kalangan non-catur.
Sensasi seperti ini akhir tahun lalu juga terjadi di arena tinju di Amerika. Entah sudah berapa lama saya tidak nonton tinju. Tapi kemudian jadi minat gara-gara laga ekshibisi antara Mike Tyson vs Roy Jones Jr. Lebih khusus lagi, karena laga pendampingnya: YouTuber Jake Paul melawan mantan pemain NBA Nate Robinson.
Mungkin ada penggemar basket yang ingat, Nate Robinson pernah ke Indonesia. Pernah ke Surabaya melatih pemain-pemain pilihan DBL, juga pernah ke Jakarta dan tampil bersama saya di acara Hitam Putih-nya Deddy Corbuzier!
Azrul Ananda (dua dari kiri) bersama Nate Robinson (dua dari kanan) saat hadir di acara Hitam Putih yang dipandu Deddy Corbuzier.
Laga Paul lawan Robinson itu murni laga sensasi. Robinson kemudian kalah KO di ronde kedua. Secara pertandingan mungkin tidak memuaskan penggemar asli dan penggemar berat tinju, tapi pertandingan itu mampu menyeret mereka yang biasanya tidak perhatian menjadi perhatian.
Bagi tinju, khususnya bagi marketing tinju, itu mungkin lebih penting. Sambil menunggu superstar-superstar tinju dunia berikutnya muncul, mengembalikan kejayaan seperti era keemasan Tyson dan sekelilingnya dulu.
Mantan pemain NBA Nate Robinson (kiri) saat melawan Jake Paul.
Membuat momen itu susah, lama atau mahal. Sedangkan mendapatkan momen itu bisa sangat langka. Catur di Indonesia sedang dapat berkah itu. Sekarang tinggal bagaimana menangkap momen ini, lalu menggunakannya untuk bertahap mengembangkan olahraga catur secara lebih sistematis dan sustainable. Pesawat jet ini belum tentu lewat dua kali. Jangan sampai ketinggalan pesawat! (Azrul Ananda)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: