>

DISWAY: Opo Tumon?

DISWAY: Opo Tumon?

Jum at legi 26 March 2021

Oleh : Dahlan Iskan

INI kembali soal Ir. Ryantori. Penemu konstruksi Sarang Laba-laba. Yang meninggal November lalu –karena stres.

Lissy, putrinya, mengirim WA ke saya: \"Pak, saat saya bersih-bersih mobil papa saya, menemukan dokumen ini.\"

Lissy sangat kehilangan bapaknyi. Apalagi sang bapak harus meninggal dalam status sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Ia meninggal setelah pulang dari sidang di pengadilan. Ryantori seperti tidak bisa menerima: bagaimana ia menjadi terdakwa untuk teknologi yang ia temukan sendiri.

Lalu Lissy, pelatih pilates itu, mengirimkan naskah itu ke saya. Bentuk dokumen itu pdf. Kelihatannya ditulis sendiri oleh almarhum ayahnyi: Ir. Ryantori. Tanpa tanggal dan tahun. Dokumen itu diberi judul Opo Tumon?

Ryantori memang punya nama Tionghoa Ang Kim Loen tapi ia hampir selalu berbicara dalam bahasa Suroboyo-an ­–bahasa Jawa model Surabaya.

Lulusan teknik sipil ITS Surabaya itulah yang menemukan konstruksi sarang laba-laba. Yang justru membuatnya menjadi terdakwa di pengadilan. Sampai –menurut istrinya– ia stres. Itu karena –sebagai intelektual– ia menghadapi peristiwa yang tidak masuk akal sama sekali. Kok bisa justru ia yang jadi tersangka untuk penemuannya sendiri.

Seminggu setelah sidang ketiga di Pengadilan Negeri Surabaya, Ryantori meninggal dunia.

Ryantori masih punya beberapa penemuan lain. Ia pernah ingin merombak sistem penulisan bahasa Indonesia. Ia menceritakan panjang lebar penemuannya bentuk-bentuk hurufnya. Agar bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa modern dan cocok untuk ilmu pengetahuan. Juga agar bisa menjadi bahasa yang efisien.

Ia menyadari ciptaannya di bidang berbahasa itu sangat peka dan anti kemapanan. Maka ia tidak seberapa gigih memperjuangkannya.

Naskah yang ditemukan Lissy di mobil papanya itu kelihatannya ditulis untuk ngudo roso –melepaskan pikiran dari perasaan tertekan. Itu terlihat dari nada di tulisan itu. Bacalah sendiri di bawah ini. Saya tidak mengeditnya sama sekali.


Penulisannya dibuat mirip puisi. Tiap kalimat dimulai sebagai alinea baru. Tanpa titik di akhir kalimat.

Maka saya pun minta agar Lissy mengirim naskah itu dalam bentuk yang bukan pdf. Semula Lissy keberatan. Takut bisa diedit orang. Tapi untuk kepentingan pembaca Disway, Lissy akhirnya setuju mengirim dalam bentuk Word.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: