Sebut Arah Demokrasi Bergeser di Tubuh Demokrat, Moeldoko: Ini Menjadi Ancaman
JAKARTA – Moeldoko kembali mengingatkan semua pihak agar tidak menyeret-nyeret Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kisruh Partai Demokrat. Sebab, terpilihnya dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang adalah sepenuhnya keputusannya pribadi.
Hal itu disampaikan Moeldoko melalui pesan video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, sebagaimana dikutip PojokSatu.id, Senin (29/3/2021). “Terhadap persoalan yang saya yakini benar dan itu atas otoritas pribadi yang saya miliki, maka saya tidak mau membebani Presiden,” tegasnya.
Moeldoko, sebagai manusia biasa, dirinya juga melakukan kekhilafan karena tidak memberitahu istri dan keluarganya atas keputusan yang diambilnya. “Tetapi juga saya terbiasa mengambil risiko seperti ini. Apalagi demi kepentingan bangsa dan negara,” ungkapnya.
Karena itu, dengan nada suara yang meninggi, Moeldoko kembali mengingatkan semua pihak agar jangan mengganggu Presiden Jokowi. “Untuk itu, jangan bawa-bawa Presiden untuk persoalan ini,” tegasnya lagi.
“Saya orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat. Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat,” ungkap Moeldoko.
Menurutnya, telah terjadi situasi khusus dalam perpolitikan nasional saat ini.
“Yaitu telah terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024,” ujarnya.
Pertarungan itu disebut Moeldoko terjadi secara terstruktur dan gampang dikenali. “Ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045,” ungkap dia. Ia juga mengaku melihat adanya kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat di dalam tubuh Partai Demokrat.
Karena itu, dibutuhkan sebuah langkah penyelematan. Bukan saja Partai Demokrat, tapi juga bangsa dan negara Indonesia.
“Jadi, ini bukan sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa,” sambungnya.
Atas sederet pertimbangan itu pula lah yang kemudian membuatnya membulatkan tekad menerima pinangan menjadi ketum Demokrat.
“Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB,” bebernya.
Saat itu, Moeldoko menanyakan, apakah KLB itu sudah sesuai dengan AD/ART. Kedua, seberapa serius kader Demokrat meminta dirinya memimpin Partai Demokrat.
Ketiga, apakah kader Demokrat bersedia bekerja keras dengan integritas demi Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan. “Semua pertanyaan itu dijawab peserta KLB dengan gemuruh. Maka saya baru membuat keputusan,” tuturnya. (pojoksatu/fajar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: