Mental Champion Hamilton
Karena harus ganti hidung, seharusnya Hamilton sudah kesulitan finis di lima besar. Apalagi naik podium. Eh, tidak lama kemudian, pada putaran 34, terjadi kecelakaan besar antara rekan setimnya, Valtteri Bottas, dengan Russell. Lomba harus dihentikan sementara. Semua mobil harus masuk jalur pit. Menunggu jadwal restart setelah sirkuit dibersihkan.
Kalau ini main Monopoli, Hamilton seperti dapat kartu keluar dari penjara. Ia tidak perlu lagi mengejar jauh. Saat restart, ia kembali berdekatan dengan para pesaing di depan. Tinggal bagaimana ia menggunakan kehebatan mobil Mercedes, dan menunjukkan kemampuan overtaking, untuk meraih posisi finis sebaik mungkin.
Hamilton pun menunjukkan sisi \"keji\" seorang juara dunia. Tidak ada ampun bagi siapa pun di depannya. Verstappen mungkin sudah terlalu jauh untuk dikejar, tapi semua yang lain masih dalam \"jarak tangkap.\"
Satu per satu dia salip. Termasuk pasangan Ferrari, Carlos Sainz dan Charles Leclerc. Terakhir, di urutan dua, adalah bintang muda Inggris, Lando Norris (pembalap favorit saya dalam dua tahun ini). Itu pun lewat.
Verstappen sudah terlalu jauh, apakah upaya Hamilton sudah cukup sampai di sini? Tidak. Ia juara dunia tujuh kali. Ada yang masih bisa ia kejar. Yaitu fastest lap lomba. Kalau ia bisa mencatat waktu terbaik satu putaran, maka ia akan mendapatkan bonus satu poin. Itu berarti, walau finis kedua, ia tetap akan memimpin klasemen pembalap.
Benar saja. Hamilton meraih satu poin itu. Setelah dua lomba, ia dan Verstappen sama-sama menang sekali, runner-up sekali. Tapi Hamilton unggul 44-43 di klasemen karena satu poinnya di akhir balapan di Imola.
Dengan potensi persaingan yang begitu ketat, satu poin ini bisa jadi sangat mahal di akhir musim nanti. Dalam sejarah panjang F1, juara dunia ditentukan oleh satu poin sudah berkali-kali terjadi. Bahkan pernah selisih setengah poin pada 1984, saat Niki Lauda mengalahkan rekan setimnya di McLaren waktu itu, Alain Prost.
Hamilton tahu betul mahalnya satu poin itu.
Pada 2008, Lewis Hamilton --masih di McLaren-Mercedes-- jadi juara dunia untuk kali pertama hanya unggul satu poin atas Felipe Massa (Ferrari).
Setahun sebelumnya, Hamilton gagal jadi juara dunia juga setelah kalah hanya satu poin dari Kimi Raikkonen (Ferrari)!
Sekali lagi, Hamilton tahu betul mahalnya satu poin itu.
Jangan-jangan, di akhir 2021 nanti, Max Verstappen akan menangisi hilangnya satu poin itu!
Inilah kelasnya seorang juara dunia sejati. Tidak ada kata mundur, tidak ada tampil mengendur. Gas terus, kalau ada kesempatan hajar dan ambil. Dan kalau terus berusaha, keberuntungan bisa datang mengiringi. (Azrul Ananda)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: