>

Until Today

Until Today

Soheila semakin terisak, dirinya mengaku kalah pada orang yang kini tengah memeluknya entah benar – benar Samuel atau hanya orang yang mirip dengan Samuel. Telponnya terputus, jari sialan karena gemetaran Soheila tidak sengaja menenkan tombol merah pada ponselnya.

Soheila merasakan pelukan oleh pria tersebut mengendur namun tangan pria tersebut tetap menopang tubuh Soheila dengan merengkuh pinggang Soheila. Sebelah tangannya, pria tersebut mengusap air mata Soheila pelan dan lembut. Soheila tidak dapat melihat jelas wajah pria tersebut karena ditutupi oleh Hoodie yang pria itu kenakan dan lagipula pria tersebut memakai masker.

Entah keberanian dari mana, Soheila membuka hoodie dan masker pria tersebut. Samuel, apa pria ini benar – benar Samuel? Wajah dan warna mata yang kini berhadapan dengan Soheila benar – benar mirip dengan Samuel.

“Samuel?” Tanya Soheila pelan, Samuel tersenyum kecil seolah menjawab bahwa ia benar – benar Samuel.

Soheila tidak tahu apa yang merasukinya, dengan erat Soheila segera memeluk Samuel, tangisnya pecah. Antara tangis rindu, kecewa, benci, takut, segalanya bercampur menjadi satu. Samuel tak kalah erah memeluk Soheila, seolah itu adalah pelukan terkahirnya bersama Soheila.

“Soheila,” panggil Samuel dengan nada suara yang sedikit bergetar. Soheila melepaskan pelukannya dan mengangguk sebagai respon panggilan Soheila masih dengan isakan tangisnya.

Samuel menghembuskan nafasnya berat dan matanya berkaca – kaca menahan tangis, “Soheila, aku tidak akan minta maaf padamu, bencilah aku seumur hidupmu.” Ujar Samuel kali ini dengan air mata yang lolos satu demi satu.

“Kau tahu, aku menyayangimu,” Samuel menangis, melupakan bahwa ia adalah laki – laki yang seharusnya melindungi Soheila dan menjadi laki – laki yang paling kuat dihadapan Soheila. Samuel menangis meluapkan rasa yang selama ini ia tahan dan ia sembunyikan dari Soheila.

“Aku..Aku…Aku benar – benar menyayangimu. Maaf membuatmu sengsara, bahagialah untuk seterusnya dan teruslah bertahan hidup. Aku tidak ingin perngorbananku untukmu sia – sia.” Ucap Samuel, “Kau dengar tidak?” Tanya Samuel dengan suara sedikit keras layaknya dirinya dan Soheila bercanda ria dulu walau masing – masing dari mereka terisak.

Samuel memeluk erat Soheila, seolah ini adalah pelukan terkahir untuknya, “Kau harus membenciku agar kau mengingatku!” Ucap Samuel dengan nada jenaka sambil terisak. “dan jaga nenek tua menyebalkan itu untukku, katakanlah padanya bahwa ia sudah tua dan tidak usah berpura – pura untuk terus muda.” Kali ini Samuel mengucapkannya dengan sedikit kekehan.

“Dan katakan bahwa aku menyayanginya lebih dari diriku dan lebih dari apapun di dunia ini.” Ujar Ciel sambil tersenyum kali ini ia mengucapkannya dengan menatap mata Soheila.

Soheila merasa bahwa ia juga ikut merasakan sesak dan sakit sepeti apa yang dirasakan Samuel saat ini, entah mengapa rasanya semua penuturan Samuel terdengar tulus dan tidak main – main dan satu lagi perasaan mengganjal yang ia rasa adalah Samuel mengucapkan semuanya seolah ini adalah hari terkahir mereka bertemu.

Tidak jauh di belakang Soheila, Samuel mendapati sosok Ciel yang berlari mendekat. “Dia datang,” beritahu Samuel pada Soheila.

Semakin dekat langkah Ciel, semakin jauh pula langkah Samuel mundur dari Soheila.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: