
JAKARTA — Akademisi Politik Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Philipus Ngorang blak-blakan memberikan pendapatnya terkait pernyataan Wakil Presiden ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) yang mengaku pernah ditawari dukungan oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) pada Pilpres 2019. Namun, JK menolak tawaran tersebut.
Pasalnya, Habib Rizieq meminta agar syariat Islam bisa dijalankan di Indonesia. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu bahkan merasa tersinggung jika ada pihak yang berupaya memasukan aturan dalam kitab suci ke undang-undang atau peraturan daerah (perda).
Merespons hal tersebut, Philipus Ngorang mengaku sepakat dengan pernyataan JK tersebut. Sebab, konstitusi Indonesia sudah jelas, yaitu sesuai dengan Pancasila. “Walaupun tak ada kata syariat Islam, tapi mereka yang ingin menjalankan syariat Islam tak pernah dilarang di Indonesia,” jelas Philipus Ngorang kepada GenPI.co, Jumat (25/6).
Pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu mengatakan bahwa syariat Islam yang dimaksud oleh JK dan HRS itu berbeda maknanya. “JK merasa sudah melaksanakan syariat Islam sejak kecil. Namun, syariat Islam yang dimaksud oleh HRS maknanya berbeda dengan yang diyakini oleh JK,” ungkapnya.
Menurut Philipus Ngorang, syariat Islam yang dimaksud JK adalah ajaran-ajaran agama yang dijalankan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.”Jelas sekali juga dikatakan bahwa ajaran agama itu membawa perdamaian untuk umat manusia, rahmatan lil alamin. Itulah syariat Islam yang dipahami oleh JK,” jelasnya.
Oleh karena itu, jika ajaran dalam sebuah kitab suci masuk ke dalam undang-undang dan perda, hal itu justru tak membawa perdamaian. “Sebab, itu akan menafikan keberadaan kelompok agama lainnya. Itu juga menafikan ke-bhinneka tunggal ika-an kita,” papar Philipus Ngorang.
“Kelompok yang menginginkan untuk menghidupkan kembali syariat Islam itu melanggar konstitusi Indonesia dan itu juga sudah bukan zamannya lagi,” sambungnya.
Philipus Ngorang mengatakan bahwa pembahasan itu sudah ditinggalkan sejak 1945 dan tak perlu dibahas kembali. “Kita sudah sepakat sejak merdeka untuk tidak secara spesifik menyebutkan syariat Islam itu dalam dasar negara kita. Jadi, untuk apa dibangkitkan kembali?” katanya.
Pengamat politik ini menilai seharusnya Indonesia berfokus pada urusan pembangunan saja. “Konstitusi kita sudah jelas dan itu sudah ditetapkan oleh para pendiri negara ini,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Philipus Ngorang setuju dengan sikap dan pernyataan JK kepada HRS. “Saya setuju dengan sikap JK yang menolak dan tidak mau didukung dengan syarat seperti itu,” pungkasnya.(genpi)
Sumber: www.fajar.co.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: