Idola dan Sandiwara, Tragedi
Oleh: Rico Ibrahim*
BEBERAPA hari ini publik dikejutkan dengan sang idolanya yang ketangkap polisi dalam kasus narkoba. Salah satu tokoh remaja era 2000 an yang bermain dalam sinetron bawang merah bawang putih Nia Ramadhani bersama suami dan karyawan.
Sosok Nia saat ini hampir semua lapisan masyarakat mengidolainya mulai dari fisiknya, fashion, kekayaan, dan sampai uang jajan, dan pernyataan Nia yang tidak tahu membuka salak menjadi viral, begitulah kehidupan sang idola yang hidup sama seperti manusia biasa penuh sandiwara.
Sandiwara para idola selalu tampak sempurna didepan layar kaca, sehingga seperti tidak ada sedikitpun yang tidak sempurna. Hal-hal sudah setting sedemikian rupa sehingga tampak sempurna itu lah yang membuat seseorang menjadi idola karena sandiwara mereka diekspos oleh media, sandiwara itu dijadikan komoditi yang jual terus menerus dengan berbagai bentuk sajian dan tema-tema yang hari ini kita mengenal sebagai konten, konten ini lah yang membuat pikiran publik mengidolakan kehidupannya, sehingga tertulis satu kata dalam tulisan ini yaitu fanatisme.
Fanatisme dimana paham dan perilaku publik menunjukan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan, sehingga tidak dapat membedakan mana salah mana benar, semua yang salah harus dibenarkan, semua yang benar harus di puji-puji dengan berlebihan, itu lah yang terjadi ketika sandiwara idola sudah masuk kedapa pikiran publiknya.
Maka saat kasus Nia Ramadhani terjerat narkoba tidak sedikit menganggap adalah yang biasa dan umum terjadi dikalangan selebriti dan tidak ada yan berani mengevaluasi tragedi sebagai tragedi kurang moral seorang yang mengaku berpendidikan tinggi ketika dengan gampang memakai narkoba dengan alasan kehidupan. Bahwa seorang lupa bahwa mereka idola itu suatu hal yang tidak wajar terjadi, seharusnya idola sadar bahwa diri mereka merupakan rule model dari publik, karena itu memilih gaya hidup harus lah berdasarkan akal sehat.
Tulisan ini juga ingin mengajak publik, untuk sadar, bahwa mengidolakan seorang jangan sampai fanatik sampai membenarkan kegiatan yang idola kita lakukan, dan merusak mental kita sehingga lupa dengan karakter kita, dan sikap kita yang dibentuk dari nilai-nilai untuk membedakan mana yang benar dan yang salah.
Tragedi Nia Ramadhani menjadi pelajaran untuk kita semua untuk tidak menanam fanatik yang menjadikan kita manusia lupa bersikap, dan menjadi kan kita sadar bahwa kehidupan idola juga tidak selalu menyenangkan dengan popularitas dan uang. (*)
*) Penulis adalah Akademisi IAIC Cipasung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: