>

katanya pada sebuah jumpa pertama kita hanya butuh sebuah sapa, setelahnya kita hanya butuh kata pada sebuah jumpa yang tak pernah terduga.”

-Cipta

>>>***<<<

16 jam 40 menit

Waktu yang dihabiskan Cipta dan Magenta selama di pesawat selama menuju Vienna. Tidak ada percakapan yang timbul antara Cipta dan Magenta, masing – masing dari mereka sibuk memanjatkan doa pada yang maha kuasa agar hingga mereka tiba di tujuan mereka, masih ada dengan segala kehidupan dan dapat kembali nantinya ke pelukan keluarga mereka. Dan tepat pukul 4 pagi waktu Indonesia, Cipta dan Magenta dapat bernafas lega saat mereka tiba di Vienna.

“Cipta,” panggil Magenta, tidak ada sahutan.

“Cipta,” Panggil Magenta lagi kali ini dengan sedikit keras dan Cipta masih tidak bergeming. Di Lobi Hotel tempat Cipta dan Magenta akan menginap, Magenta melihat Cipta dengan mata terpejam di kursi tunggu dengan nafas teratur tenang. Cipta tampak tak masalah dengan segala hal di sekelilingnya, seolah tidak ada bedanya saat di Indonesia. Apa sesama itu? Padahal Magenta sendiri merasa sangat asing.

Magenta tertawa kecil, bagaimana saat ia memanggil Cipta tadi, Cipta mendengarnya dan mengalami serangan jantung ringan karena mengetahui bahwa dirinya dapat berbicara. Pikiran itu muncul saja di kepala Magenta, namun setelahnya ia menepis pikiran itu jauh – jauh, terlalu konyol untuknya. Dengan tepukan kecil di bahu Cipta, Magenta mencoba membangunkan Cipta. Tidak ada pergerakan apapun. Karena kesal, dengan kekuatan keras Magenta memukul Cipta kuat.

“Kebakaran, kebakaran!” panik Cipta terbangun dari tidurnya. Sedang Magenta memutar bola matanya malas dan segera membekap mulut Cipta kuat dengan tangannya setelah itu memeloti Cipta marah dan menunjuk rombongan mereka yang mulai bergerak menjauh.

Seolah paham dengan maksud Magenta, Cipta segera menarik tangan Magenta berlari dengan sebelah tangannya lagi menarik kopernya. “Lo kenapa nggak bangunin gue sih Ta, kan kita jadi ketinggalan. Jadi apa tadi coba yang dibilang? Ah… kacau,” gerutu Cipta. Magenta menghelas nafas kesal, sudahlah ditarik – tarik seenaknya oleh Cipta, ia juga disalahkan dan jangan lupakan bahwa ia harus juga mendengar gerutuan Cipta, belum lagi tangannya terasa sakit saat menarik kopernya tadi, menyebalkan.

Magenta memberi kunci kamar Cipta sesuai dengan pembagian kamar yang diumumkan oleh Pembina mereka tadi dengan kesal, setelahnya menunjuk teman sekamar Cipta yang kalo tak salah ingat lalu pergi, namun sebelumnya, Magenta menyempatkan dirinya untuk menginjak kaki Cipta kuat dan memberikan jari tengah pada Cipta.

“Woi, lu ngapain Magenta!!!” Kejut Cipta dengan kelakuan Magenta, Magenta mencebikkan bibirnya kesal dan memperlihatkan pergelengan tangannya yang memerah karena tarikan Cipta.

Paham dengan maksud Magenta, Cipta merasa bersalah, “Eh, Gue kekencangan ya nariknya?” Tanya Cipta, dibalas dengan anggukan kepala oleh Magenta.

“Maaf,” Sesal Cipta, Magenta tersenyum kecil, memberikan jempol untuk Cipta lalu berlalu pergi. Bergabung dengan peserta lain untuk diantarkan ke kamar mereka. Sedang Cipta, berhenti di kamar dengan nomor J3E bersama dua anak laki – laki yang Cipta taksir usia mereka tidak terpaut jauh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: