>

Terungkap Penyebab Siskaeee Eksib, Alasan Ketiga Bikin Merinding

Terungkap Penyebab Siskaeee Eksib, Alasan Ketiga Bikin Merinding

YOGYAJARTA – Aksi Fransiska Candra alias Siskaeee memamerkan alat kelamin atau bagian tubuh sensitif di ruang publik tergolong sebagai eksibisionisme.Menurut psikolog Jatu Anggraeni, aksi eksibisionisme yang dilakukan Siskaeee itu tergolong sebagai penyimpangan seksual.

Psikolog yang memeriksa kejiwaan Siskaeee ini menjelaskan, eksibisionisme dilakukan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terutama untuk mendapatkan reaksi terkejut atau kaget dari orang yang melihatnya.

“Tindakan mempertontonkan alat kelamin atau bagian dari tubuhnya terkait aktivitas seksual kepada orang lain tapi orang lain ini tidak mau (melihat),” jelasnya di Mapolda DIJ, Selasa (7/12/2021).

Jatu mengungkap, sejatinya ada sejumlah faktor yang mendorong Siskaeee melakukan eksibisionisme. Pertama, adalah kondisi biologis karena adanya dorongan seksual yang terlalu tinggi.

Kedua, sikap diri yang anti sosial sehingga tidak bisa melakukan interaksi dengan normal kepada individu lainnya. Sedangkan ketiga, dipicu adanya kekerasan seksual atau trauma seksual yang pernah dialami sebelumnya.

Maka saat dewasa, eksibisionisme ini menjadi pelampiasan dendam. Kondisi ini disebut Jatu semakin diperparah dengan adanya kesalahan pola asuh orangtua saat pelaku eksibisionis masih berusia muda.

“Sehingga terjadi penyimpangan seksual ini. Komorbidnya, biasanya gangguan penyimpangan seksual disertai depresi atau bipolar,” jelasnya, dikutip dari Radar Jogja (jaringan PojokSatu.id).

Jatu memastikan, seorang penderita eksibisionisme bisa disembuhkan. Akan tetapi, hal itu memerlukan komitmen kuat dari penderita atau pelaku eksibisionisme.

Namun yang tak kalah penting adalah adanya pendampingan yang konsisten dari pendamping yang bisa dilakukan melalui terapi. Tapi, terapi dimaksud Jatu juga harus dilakukan secara bertahap.

Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah kognitif behaviour. Diawali dengan teknik aversif untuk meredam hasrat seksual. Lalu teknik desensitisasi untuk mengurangi kecemasan dalam diri. Desentisasi ini juga agar pelaku bisa menyalurkan hasrat seksualnya secara normal.

“Lalu ada role play untuk melatih berinteraksi sosial, menjalin relasi baru, melatih empatu dan melatih problem solving,” terangnya.

Dalam pendampingan, Jatu menuturkan Siskaeee bertindak dalam kondisi sadar. 

Hanya saja ada pemahaman yang kurang atas tindakan yang melanggar norma.Ini karena aksi Siskaeee hanya untuk memenuhi hasrat yang mengarah pada tindakan negatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: