Hitung Ulang Upah Angkut Sopir Batu Bara
Gubernur Janji Perjuangkan Nasib Para Sopir
JAMBI – Rendahnya upah angkut satu trip pengantaran batu bara menjadi penyebab para supir angkutan berunjuk rasa di kantor Gubernur Jambi (13/12). Jika dihitung supir hanya mengantongi Rp57 ribu untuk satu trip angkutan yang bisa memakan waktu 2 hari karena kemacetan yang terjadi di Muara Bulian.
Minimnya upah angkut ini perlu kebijaksanaan para Pemegang Izin Usaha Batubara (IUP) atau pemilik tambang yang cenderung mengelak saat dipanggil menghadap gubernur. Para pemilik IUP digambarkan menikmati keringat para supir dan kesesakan yang terjadi di jalan umum Jambi, tanpa upah yang layak.
Gubernur Jambi Al Haris menegaskan inti dari rapat pembahasan Forkopimda bersama aliansi supir batu bara dan perwakilan mahasiswa pada Senin (13/12) adalah akan memperjuangkan kenaikan upah angkut para supir. Caranya dengan meminta Badan Pusat dan Statistik (BPS), Transportir, supir dan pemilik tambang menghitung harga batu bara dunia, jarak tempuh dan lainnya. “Kita coba minta pengusaha untuk menaikkan upah angkut. Karena ada hubungan pemilik tambang, transportir dengan pemilik kendaraan (supir). Kita hanya mengatur, bayangkan jika tak diangkut takkan ada pemasukan untuk semua,\" ujar Al Haris saat memimpin rapat di rumah dinas.
“Hitungan upah angkut terbaru ini nantinya akan kita bawa ke Menteri ESDM dan Badan Koodinasi Penanaman Modal (BKPM), agar bisa dinaikkan, begitu juga dengan permaslahan yang ada kemacetan akan segera kita carikan penyebab dan solusinya,” ucapnya.
Haris mendapatkan laporan saat rapat pembahasan banyaknya pungutan aneh dalam transportasi batubara ini. Dihitung-hitung mencapai Rp93 ribu sekali pengantaran. Atau jumlah ini lebih besar dari pendapatan sang supir. “ Kami mohon diberi waktu untuk mencari solusi smua kita kaji. Saya akan tetap urus tuntas terkait ini, saya akan berjuang untuk naikkan upah,” ucapnya.
Sementara terkait aspirasi supir yang meminta tonase dinaikkan menjadi 10 hingga 12 ton, Al Haris tak bisa berbuat banyak, karena ketetapan dari pusat sebenarnya 4 ton angkutan. Dan pihak Pemprov dengan diskresinya sudah rela menaikkan beban angkutan menjadi 8 ton, semata-maa untuk membantu supir batubara. “Yang jelas kita masih memakai aturan surat edaran terakhir per 7 Desember kemarin sebelum ada aturan baru. Didalamnya pengaturan lalu lintas batubara dan truk lainnya hanya di Bajubang-Tempino pada pukul 18.00 hingga 06.00 WIB, atau jika terjadi kecelakan, kepadatan dan hal darurat lainnya bisa dialihkan ke Muaro Bulian- Mendalo-Simpang Rimbo,” ucapnya.
“Jika pemerintah diajak merubah aturan, kita tidak mau. Karena jalan yang dilalui batu bara merupakan jalan umum yang dilalui 3,6 juta masyarakat Jambi, susahnya masyarakat yang berobat ambulance misalnya, dan keluhan lain harus dipikrikan juga,” tegasnya.
Terkait jalur khusus batubara, Haris mengakui tetap dijalankan. Yakni dengan tiga rencana yang disusun. Pertama mendorong 2 pengusaha jalan khusus yang berlatar belakang bisnis (pembuatan jalan) dan satunya membuat jalan di kawasan tambang mereka sendiri.
Selain itu, ada rencana kedua meminta Dinas PUPR Provinsi Jambi membuat Feasibility Study (FS/uji kelayakan). “Kalau sudah selesai FS ini dan dua pengusaha terhambat bangun jalan, saya akan meminta pola Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yamg bangun dengan BUMN kita berhutang dahulu, dicicil tiap bulan berapa. Akan ditutup jalur umum dari batubara, dan khusus jalur khusus untuk mereka lewat harus bayar retribusi,\" paparnya.
Selanjutnya ditanyakan ketegasannya, mencabut IUP pengusaha yang bandel tak mau menghadap Gubernur, Haris menyebut kewenangan pencabutan IUP berada di Pemerintah pusat. “Begitu juga untuk tambang baru dilakukan dengan lelang tambang adimana lelangnya berada dipusat, kami hanya melihat dan tak bisa apa-apa, saya hanya punya kewenangan sebagai perwakilan pusat di daerah,” sebutnya.
Dalam rapat ini Kapolda Jambi Irjen Pol. A.Rachmad Wibowo juga menunjukkan ketegasannya. Ia memberikan nomor telepon selulernya kepada perwakilan supir apabila ada petugasnya yang mempersulit angkutan saat lalu lintas batu bara. Ia juga menyatakan supir bisa mengambil truknya setelah ditilang apabila membayar denda tilang. “Tak ada yang dipersulit, yang jelas para supir juga harus lengkap SIM B1 dan Surat-surat kendaraan lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, Darmawi perwakilan aliansi supir batu bara yang menhadiri rapat di rumah dinas gubernur menceritakan sedih kisahnya yang sekarang ini mendapatkan upah angkut pas-pasan. “Kebiasaan perusaaahan batu bara itu saat harga batu mahal, angkutannya kurang maka mereka rela tambah ongkos, dan saat harga normal ongkos tak terpenuhi bahkan diturunkan balik dan tak ada kepastian untuk upah angkut ini,” sebutnya.
Ia menyatakan untuk muatan angkutan tak dan jalur batubara kini tak lagi harus diperdebatkan. Yang penting ia mengaku agar keluarganya bisa makan dan cukup menghidupi anak istri.
Ia sangat berharap pemerintah daerah bisa menghubungkan aspirasi mereka kepada pemilik tambang. Terkait ini mereka menyebut sudah membuat rincian ke pemerintah, bahwa supir hanya mendapat Rp57 ribu per antarnya. Ini yang membuat pedih nasib supir dan keluarganya. Hal yang berbeda saat supir masih bebas angkut muatan batubara, dimana ongkos angkut kala itu lebih tinggi dari harga sekarang.
“Kami takkan datang ke sini orasi menghadap gubernur kalau setiap hari kami tak didemo anak istri, karena kasih uang belanja kurang,” katanya.
Darmawi terang-terangan mencurahkan keluhannya, kadang-kadang ia makan malam di rumah, dan tak sarapan pagi demi mengantarkan batubara ini. “Makan siang pun kami bela-belain dirumah setelah selesai angkut, sampai tak ada lagi mampir di warung yang turut menyebabkan ekonomi pedagang kaki lima tak kebagian,” jelasnya.
Sementara itu perwakilan Transportir Caisar, Yudi mengungkapkan fakta pendapatan supir yang jauh dibawah UMR (Upah Minimum Regional) mengakibatkan terjadinya gejolak unjuk rasa ini. “Maka kita hadir ketemu pak gubernur untuk memohon kebijaksanaan atau solusi yang terbaik tanpa menghancurkan sebelah pihak tapi memberikan solusi terbaik bagi supir yang hadir dikantor gubernur,” ucapnya.
Ia menyatakan, gubernur mengajak pihaknya mengkaji ulang ampera dan harga yang sesuai yang layak untuk supir diangka berapa.
Ditanya nominal rupiah yang dikantongi para supir selama ini, Yudi menyebut tak bisa disamaratakan, karena jarak tempuh dan harga yang berbeda. “Saat ini ada yang diharga Rp140 ribu, supir dapat Rp57 ribu per 2 hari dalam hitungan satu trip, karena ada kemacetan total di daerah Bulian dan terjadi razia yang terlalu intens, jadi supir takut juga jadinya,” terangnya.
Terkait supir yang masih banyak ditilang, Yudi mengatakan timbul dari muatan karena tak selarasnya ukuran jembatan timbang, dan timbangan bongkar. “Kalau mereka sepakati timbangan yang sering dipakai yang dipedomani supir timbangan swasta pemilik tambang. Namun timbangan pemerintah naik hampir 5 pikul, dengan timbangan tambang,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: