>

DISWAY: Butet Suci

DISWAY: Butet Suci

Itulah dokter Ryu. Ia ahli bedah saraf (Sydney) yang mendalami neuro science (Tokyo). Ia sendiri dokter lulusan Unair yang sejak 1989 bekerja di satu lembaga internasional di Jepang.

Suatu saat Butet kirim WA ke Jepang. Disertai foto punggungnya yang berair. Ryu kaget melihat foto itu. \"Itu bukan air. Itu nanah. Berarti ada infeksi berat. Bahaya. Bisa menjalar ke otak,\" jawab Ryu.

Butet pun ia paksa ke Jakarta. Ryu sendiri akan terbang dari Tokyo ke pada jam yang sama.

Dengan menahan rasa sakit Butet diberangkatkan ke Jakarta. Naik mobil. Anaknya yang mengemudikan vellfire itu. Butet duduk setengah berbaring di kursi tengah bersama Ruli, sang istri.

Dokter Ryu juga tiba di Jakarta tepat waktu.

Ryu memang dipercaya untuk memimpin Neuro Center di RS Mayapada Jakarta. Pun di masa pandemi, ia tidak sulit mondar-mandir Tokyo-Jakarta: ia punya paspor WHO.

Butet memang \"residivis\" untuk masalah kesehatan. Ia mengidap diabetes yang berat. Sudah pula merembet ke jantungnya. Ia sudah kena serangan jantung beberapa kali –termasuk ketika di belakang panggung, di sela-sela adegan pentas di Jakarta.

Tapi bukan diabetes itu yang menyebabkan infeksi di saraf tulang belakang. Hanya saja gula darahnya yang tinggi membuat infeksi itu sulit sembuh. Lalu sampai bernanah.

Dokter Ryu memang fans Butet sejak mahasiswa. Ketika lagi tugas perdana di Kaltim ia terbang ke Surabaya hanya untuk menonton Butet –Arif Afandi dan saya yang mendatangkan Butet kala itu untuk lakon Demit. Ryu sendiri yang menceritakan kenangan yang sudah begitu lama. Dulu, Ryu juga berkali-kali ke Jogja hanya untuk menonton Butet.

Nama lengkap dokter itu: Roslan Yusni Hasan. Disingkat Ryu. Ia cucu salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Wahab Hasbullah –tokoh yang melahirkan kata-kata minal aidin wal faizin. Sebagai cucu kiai besar pondok Tambak Beras, Jombang, ia fasih berbahasa Arab. Itulah bahasa pertamanya. Masa kecilnya hidup di Riyad, Arab Saudi. Ayahnya, Hasan Wahab, bertugas sebagai atase di kedutaan Riyad.

Lalu ia ikut pindah ke negara Arab lainnya: Iraq. Di Baghdad ia punya guru orang Parsi. Itu membuatnya fasih berbahasa Parsi. Lalu ia ikut orang tua ke Lebanon. Ryu pun mempelajari bahasa Hebrew yang lebih banyak dipakai di Israel. Tentu ia juga berbahasa Inggris. Dan Jepang. Sudah lebih 20 tahun ia tinggal di Jepang.

\"Setelah Arab, Parsi, dan Hebrew barulah saya bisa bahasa Jawa,\" ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: