>

Pendeta Minta 300 Ayat Alquran Dihapus, Panglima Santri Jabar Tersinggung: Jangan Hina Kitab Suci Kami

Pendeta Minta 300 Ayat Alquran Dihapus, Panglima Santri Jabar Tersinggung: Jangan Hina Kitab Suci Kami

INDRAMAYU - Pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta penghapusan 300 ayat Alquran dikecam Panglima Santri Jawa Barat (Jabar), Uu Ruzhanul Ulum. Apalagi, alasannya bahwa Alquran dianggap mengandung ajaran radikal.

Wakil Gubernur Jawa Barat itu juga menyebut pernyataan Saifuddin Ibrahim soal pondok pesantren (ponpes) yang disebut sebagai penghasil produk-produk radikal tidak tepat dan melukai perasaan umat Islam.

Menurut Uu, radikalisme merupakan tindakan yang memaksakan pandangan maupun kehendak yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu. Bahkan dengan menghalalkan segala cara.

Untuk itu, dia menegaskan, sangat tidak tepat jika menyandingkan ponpes sebagai bentuk tindakan radikal.

“Yang dinamakan radikal itu seseorang ataupun kelompok yang memaksakan kehendak maupun keinginan, yang bertentangan dengan agama. Menghalalkan segala cara, yang penting mereka berhasil tujuannya,” ujar Uu kepada awak media di Kabupaten Indramayu, Selasa (15/3).

“Saya sebagai kelompok pesantren, tersinggung dan tidak terima pesantren disebut produk orang radikal. Justru produk pesantren adalah orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara, terutama dalam implementasi Pancasila,” tegasnya.

Uu juga sangat tidak setuju dengan pernyataan Saifuddin terkait 300 ayat Alquran yang harus dihapus atau direvisi karena mengandung nilai-nilai radikalisme. Menurutnya, umat muslim tidak memiliki kebebasan untuk menafsirkan sendiri ayat-ayat Alquran.

“Umat Islam saja tidak diberi kebebasan untuk menafsirkan sendiri, apalagi non muslim seperti pendeta,” tegasnya.

Untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran, kata Uu, tidak cukup dengan tekstual saja, namun juga konteksnya harus dipahami dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Para ulama juga minimal harus paham 12 fan (bidang ilmu) agama Islam, yang membutuhkan waktu sedikitnya 12 tahun dalam mendalami dan memahaminya.

“Untuk mempelajari 12 fan ilmu Islam itu di pesantren, saya butuh 12 tahun. Dan selama 12 tahun itu tidak bisa dengan mandiri, harus ada sampingan ilmu yang lain,” ungkap Uu.

“Karena Alquran adalah kitab suci yang sangat luar biasa, jadi orang yang menafsirkannya pun jangan orang yang biasa-biasa, harus orang yang luar biasa (ilmu agamanya),” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: