JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG) Tebo, Provinsi Jambi, memelihara lima gajah yang sudah jinak untuk sebagai wahana edukasi dan mencegah konflik satwa-manusia.
"Itu bagian dari BKSDA, lokasi nya di Tebo," kata Pelaksana tugas (Plt) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Teguh Sriyanto di Jambi, Minggu, dikutip dari Antara.
PIKG yang berada di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Alam Bukit Tiga Puluh memiliki lima gajah jinak yang didatangkan dari Lampung dan Sumatera Selatan.
Ia menerangkan kantong populasi gajah yang terbesar ada di Bukit Tiga Puluh Tebo. Menurut perhitungan, kata dia, ada sebanyak 129 gajah. Kawasan Bukit Tiga Puluh membentang dari Kabupaten Tebo sampai Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kantong populasi gajah, kata dia, juga ada di Hutan Harahap, Kabupaten Batanghari. Ada tujuh populasi gajah yang tercatat di hutan yang membentang di dua provinsi (Jambi dan Sumsel) itu.
Kantong ketiga, kata dia, ada di daerah Bungo. Hanya saja jumlah populasi belum bisa terdeteksi karena berada di dalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) berada di empar provinsi (Jambi, Sumbar, Sumsel, dan Bengkulu).
Menurut Teguh, selama ini banyak pemahaman salah dari masyarakat yang sering membuat pernyataan gajah masuk ke pemukiman warga. "Bukan gajah masuk kebun, tapi habitatnya yang sudah menjadi kebun," katanya.
Salah seorang warga Jambi, Dian Kaprawi saat berada di KEE, Desa Muaro Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Minggu, mengatakan untuk menemukan kelompok gajah liar di tempat ini tidak sulit, gajah di sini seperti sudah menyatu dengan masyarakat.
"Sudah seminggu di sini, setiap hari selalu berjumpa gajah liar," katanya.
Ia menyebut ada lima gajah jinak yang dikendalikan oleh mahout (pawang gajah), tugas mereka menghalau gajah liar yang masuk ke pemukiman dan perkebunan masyarakat.
"Di dalam sini (Muaro Sekalo), ada gajah khusus yang dikendalikan pawang untuk mengusir gajah liar yang mendekati perkampungan," kata Dian.(ANTARA)