JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendorong penguatan peran pengusaha lokal dalam memajukan ekonomi domestik, melalui akselerasi proses perizinan.
“Kita ingin memastikan dukungan penuh terhadap pemberdayaan pengusaha lokal dengan kebijakan mempermudah proses izin tanpa mengesampingkan risiko yang akan dihadapi,” kata Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu, dikutip dari Antara.
Melalui kemudahan izin tersebut dirinya mendorong pengusaha lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan menjadi subjek sekaligus objek untuk ikut serta dalam pembangunan ekonomi di daerah.
Sebagai contoh dukungan terhadap pengusaha lokal, Wamen Todotua telah berkomunikasi dengan Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI), mengingat potensi dan kualitas pasir kuarsa yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia menarik perhatian investor di dalam maupun luar negeri.
“Kami tentu membutuhkan informasi yang komprehensif dari berbagai asosiasi yang mewadahi banyak lini usaha. Dalam hal ini asosiasi usaha pertambangan pasir kuarsa menyampaikan terkait masalah lahan dan perizinan di daerah penghasil pasir kuarsa di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari, mengatakan, saat ini ada selisih Harga Patokan Mineral (HPM) di berbagai provinsi yang mengurangi daya saing investasi sektor tambang tersebut.
Menurutnya, perbedaan regulasi dan kebijakan antar daerah terkait penambangan pasir kuarsa menjadi sorotan pihaknya.
“Saat ini HPM pasir kuarsa di Lingga dan Natuna, Kepri, ditetapkan Rp250 ribu per ton. Sedangkan di Ketapang, Kalimantan Barat, hanya Rp26.415 per ton, dan di Sambas Rp66.038 per ton. Perbedaannya bisa mencapai 946 persen,” kata Ady.
Disampaikan dia, perbedaan ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur HPM harus merujuk pada harga di mulut tambang.
“Seharusnya jika semua daerah mengacu pada aturan yang ada, HPM pasir kuarsa akan relatif seragam atau setidaknya tidak berbeda terlalu jauh,” tambah Ady.
Selain perbedaan HPM, Ady juga menyoroti proses perizinan tambang yang memakan waktu hingga tiga tahun. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan investor yang menginginkan suplai bahan baku yang besar dan berkelanjutan.
“Pemerintah perlu mempercepat proses perizinan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke IUP operasi produksi, dengan tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata dia.(ANTARA)