JAMBIEKSPRES.CO.ID– Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Inondesia membawa harapan baru dalam kasus Mardani H. Maming, yang mendapatkan ketidak adilan dalam kasus gratifikasi dan suap saat ia menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Dalam kasus ini Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, telah memvonis Mardani H. Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.
Padahal secara kajian sejumlah guru besar seperti, Prof. Dr, Topo Santoso, SH, MH, menilai putusan terhadap pengusaha Mardani H. Maming terdapat kekhilafan dari hakim, sehingga ia meminta agar terdakwa segera dibebaskan.
Akademisi yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor dan RUU KUHP Nasional ini menyatakan ada beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani H. Maming.
“Putusan pengadilan atas Mardani H. Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang, merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,” katanya.
Apalagi, ada putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka. Putusan itu menyatakan tidak terdapat kesepakatan diam-diam, karena itu tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.
“Sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani H. Maming harus dinyatakan,” kata akademisi yang juga menjadi pengajar pendidikan calon Hakim Tipikor di Mahkamah Agung ini.
Senada dengan itu, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum juga menyampaikan desakan yang sama.