JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Sabtu (21/9) lalu, telah dilaksanakan Musyawarah Penguatan Penegakan Hukum Adat Lamo Pusako Usang Suku Anak Dalam (SAD). Pertemuan ini dilaksanakan di kediaman Jenang Jalaludin, Desa Jernih Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.
Kegiatan ini dihadiri penghulu SAD ketemenggungan Kecamatan Air Hitam, selain para temenggung dan jajarannya hadir pula jenang sebagai pemangku adat tertinggi suku anak dalam, Yayasan Prakarsa Madani Jambi (YPMJ) selaku Sekretariat Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang menjadi fasilitator musyawarah tersebut.
Pertemuan ini bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum adat SAD, hal ini perlu dilaksanakan karena telah ada indikasi melemahnya penegakan hukum adat SAD, hal ini diindikasikan dengan fakta bahwa nasehat, arahan dan perintah yang di berikan oleh temenggung sudah banyak tidak di patuhi oleh anggota kelompoknya. Hal ini dikemukan oleh Jenang Jalaludin saat ini warga masyarakat SAD banyak yang tidak memahami hukum adatnya sendiri.
"Sehingga mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh pihak luar. Masalah adat harus dikembalikan ke adat,” tutur Jenang, Sabtu (21/9) lalu.
Pada pertemuan ini, penguatan penegakan hukum adat yang dimusyawarahkan untuk menyepakati dan menuliskan hukum adat yang ada, serta membuat mekanisme penegakan hukum yang jelas dan disepakati oleh seluruh temenggung di Kecamatan Air Hitam.
Proses Fasilitasi Musyawarah Adat SAD oleh Budi Setiawan Ketua Yayasan Prakarsa Madani Jambi-Foto: Istimewa-
Selanjutnya, proses dan mekanisme penegakan hukum adat akan diselaraskan dan diintegrasikan antara hukum adat SAD dengan hukum formal atau hukum positif. Hal ini diperlukan karena warga SAD juga merupakan masyarakat warga negara Indonesia ditandai dengan mereka telah memiliki NIK dan KK yang merupakan identitas resmi warga Negara Indonesia.
Budi Setiawan (Ketua Badan Pengurus YPMJ) selaku fasilitator membuka Musyawarah, dengan mengulas kembali tutur tembo jenang dengan mengingat kembali tutur seloko “Rantau Bejenang Alam Barajo”.
"Seloko adat ini mengungkapkan bahwa adanya peran jenang sebagai pengatur atau penguasa rantau," kata Budi Setiawan.
Budi Setiawan mengatakan bahwa penegakan hukum adat SAD memang diperlukan, hal ini untuk menghadapi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat SAD.
"Kami menyambut baik ide gagasan Jenang Air Hitam dan Para Temenggung untuk melakukan musyawarah adat ini dan kami siap menjadi fasilitator sebagaimana permintaan Pak Jenang. Jika ada para pihak yang mengemukakan pendapat bahwa peran Jenang dan Temenggung sudah tidak ada lagi di masyarakat SAD, ini tidak sepenuhnya benar," jelasnya.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Temenggung Aprisal yang mengungkapkan dari adat nenek moyang kami sudah ada struktur adat dan tidak bisa menghapuskan jenang.
"Karena kepemimpinannya tidak ada habisnya sampai keturunan selanjutnya,” terang Tumenggung Aprisal.
Hal senada juga dikuatkan oleh Temanggung Nggrip bahwa pemimpin adat harus lengkap.
"Karena kursi tidak bisa berdiri ketika kakinya tidak lengkap,” kata Tumenggung Nggrip.