Oleh: Wawan Novianto
Sistem presidensial pemerintahan Indonesia memberikan kekuasaan yang teramat besar pada seorang Presiden. Dan presiden terpilih Prabowo yang berlatar belakang militer, diprediksi akan membentuk ekosistem politik yang kuat untuk mengamankan jalannya pemerintahan.
Di Gerindra, kekuasaan terpusat ala prabowo diterapkan, sehingga demokrasi di partai berlambang garuda itu tidak benar benar hidup.
Saat menjadi presiden, apakah apa yang sudah diterapkan oleh Prabowo di Gerindra akan diterapkan oleh saat memimpin pemerintahan?
Tentu hal itu yang sangat perlu dihindari demi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Namun gelagat itu perlu diantisipasi, misalnya saja wacana kembalinya militer dalam pemerintahan atau dikenal dwi fungsi ABRI. Hal ini bisa menjadi pintu masuk otoritarianisme ala Prabowo.
Golkar sebagai partai modern, memahami hal itu, maka Golkar memperkuat posisi tawarnya di dalam pemerintahan Prabowo. Selain presiden, posisi apa lagi yang punya posisi terkuat di pemerintahan Indonesia? Tentu Wakil Presiden.
Pada era Jusuf Kalla misalnya, saat disuport Golkar, Jusuf Kalla mempu menjadi pembeda dan memperkuat posisi tawarnya. Peran Jusuf Kalla juga sangat signifikan saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maupun saat mendampingi presiden Jokowi.
Golkar akan memanfaatkan posisi itu untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan menjadikan Gibran sebagai ketua umumnya. Pengunduran diri Airlangga Hartanto tidak lah mengejutkan, hal ini merupakan dampak dari kebijakan partai yang dahulu memastikan ketua Golkar harus maju di Pilpres.
Saat Airlangga tidak maju, maka Gibran mungkin sudah diikat oleh Golkar bahwa ia harus jadi Ketua Partai Golkar saat diusung Golkar di Pilpres dan menang Pilpres.
Gibran masih terlalu muda dan tidak berpengalaman memimpin partai politik? Benar, tapi itulah hebatnya Golkar, di partai beringin, kepemimpinan kolegial bisa saja diterapkan.
Pengurus Golkar adalah orang orang yang punya kapasitas. Mereka punya pengalaman dan infratruktur modal yang besar. Bahkan bisa jadi, Gibran hanya menjadi simbol bagi Golkar. Namun posisi Wakil Presidennya adalah pintu masuk bagi Golkar mengamankan hegemoni kekuasaan mereka.
Gibran dan Golkar itu seperti saling membutuhkan dan saling melengkapi. Dan dampaknya juga bagus bagi demokrasi Indonesia, terutama menghalangi kekuasaan yang berlebih pada Gerindra.
Meski Gibran belum berpengalaman, namun Golkar sangat berpengalaman. Para operator Golkar akan memberikan pendampingan terhadap Gibran.
Jokowi, bagaimanapun adalah kepemimpinan yang berasal dari sipil, maka Jokowi sebagai ayah Gibran tentu akan berpengaruh besar nantinya memberikan advice terhadap Gibran sebagai Wakil Presiden dan Ketua Golkar. Ini sekali lagi akan menjadi penjaga demokrasi, yakni penyeimbang kekuasaan.
Gibran adalah satu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Meski ia terlihat masih anak anak, namun itulah faktanya, dialah wakil presiden Indonesia. Secara pribadi, Gibran tentu akan belajar memahami dirinya sendiri, bahwa ia saat ini memiliki kekuasaan sebagai Wapres.