JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Jambi PT Siginjai Sakti kini sedang tidak baik-baik saja.
Badan usaha yang baru seumur jagung itu tengah dihimpit kesulitan.
Setelah tidak menjalankan kegiatan bisnis pada 2023, malah Diretur PT Siginjai Sakti, Petri Ramli dan Komisaris Budidaya mengajukan pengunduran diri, ingin meninggalkan PT Siginjai Sakti.
Padahal, baru dibentuk pada 2021 lalu. BUMD Siginjai Sakti mulai menjalankan usaha pada 2022, itupun di akhir tahun. Kinerjanya tak memuaskan.
Bahkan, di tahun 2023 ini PT Siginjai Sakti tidak mempunyai kegiatan usaha, padahal sudah disuntik dana Rp 10 miliar sebagai modal awal perusahaan.
Kini, sorotan publik kembali mencuat setelah kabar Komisaris dan Direktur PT Siginjai Sakti mengajukan surat pengunduran diri.
Informasi yang dihimpun, Komisaris dan Direktur sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada kuasa pemegang saham sejak akhir Oktober 2023 lalu.
Menanggapi informasi itu, Yoan Dinata, Manager SDM dan Administrasi Umum PT Siginjai Sakti membenarkan informasi itu.
"Komisaris dan Direktur PT Siginjai Sakti sudah menyampaikan surat pengunduran diri kepada Walikota Jambi selaku Kuasa Pemegang Saham (KPM). Tapi untuk proses ini harus diputuskan lewat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," katanya.
"Sebelum diputuskan oleh RUPS, maka yang bersangkutan masih sebagai Direktur dan Komisaris PT Siginjai Sakti," katanya.
Diketahui, selama kurang lebih dua tahun beroperasi, PT Siginjai Sakti sudah menghabiskan dana sekitar Rp 4 miliar dari total investasi sebesar Rp 10 miliar.
Yoan Dinata, Manager SDM dan Administrasi Umum PT Siginjai Sakti mengatakan, dari total investasi sebesar Rp 10 miliar itu, 40 persennya (Rp 4 miliar) sudah terpakai.
"Dari 2021 sampai sekarang, tapi memang kemarin itu digenapkan Rp 10 miliar, kita dapat penugasan mengelola bisnis Angkutan kota (Angkot). Tapi dengan pertimbangan bisnis, kita tunda, uangnya tidak kita gunakan sama sekali," katanya.
Selama lebih kurang 2 tahun berdiri, PT Siginjai Sakti hanya menjalankan bisnis pengelolaan aspal, dan memproduksi sebesar 1.900 ton.
"Hanya 2 bulan beroperasi, kita habis waktu untuk perbaikan (alat AMP). Kalau kontinyu bisa kita dapat laba, tapi karena hanya satu-satunya bisnis itu, kesedot (jasa beban) untuk keseluruhan biaya operasional," ujarnya.