MUARATEBO, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Ustadz Imadduddin memiliki kegiatan dakwah yang cukup padat saat ini. Ia sedang melakukan perjalanan dakwah di pulau Sumatera.
Sebagai seorang santri, Ustadz Imadduddin tergerak hatinya untuk dakwah setelah melihat banyaknya masyarakat yang kaku dalam memahami teks agama, hitam-putih dan tekstualistik, cenderung mengarah pada kemungkinan terjadinya tindak kekerasan.
"Dakwah itu memberi contoh secara nyata. Dimulai dari pola fikir dalam memahami setiap masalah dalam hidup di jalan Allah,. Tidak bisa hitam putih,” katanya, Selasa (28/11/2023)
Menurutnya, dampak dari sikap tersebut muncul klaim-klaim kebenaran yang kerap menimbulkan sikap anti-pluralisme. Padahal seharusnya dakwah tidak menghakimi sesama. Apalagi menghakimi orang-orang yang dinilai berbuat dosa.
Perintah takwa, kata Ustadz Imadduddin, merupakan pesan langit yang harus diraih, diikhtiarkan, dan diusahakan. Ketakwaan itu akan berdampak pada kesetaraan sosial di lingkungan masyarakat. Ber-Islam itu implementatif, amal (perbuatan) nyata, langsung dirasakan.
“Kitab Suci tidak disikapi sebagai dogma mati (tekstual). Melainkan kontekstual. Memberi kontribusi nyata untuk kemanusiaan. Agama hadir untuk memenuhi panggilan kemanusiaan, yaitu melayani,” ujar ustadz milenial asal Banyuwangi yang menetap di Bali ini.
Sebagai generasi yang lahir di era milenial, Ustadz Imadduddin, sadar betul hidup di era generasi Z. Berbeda misalnya dibanding generasi sebelumnya, generasi X dan generasi Y. Generasi milenial (generasi Z), menurutnya, memiliki hidup yang sangat digital.
“Generasi Z bisa dengan mudah mengadopsi tren global lantaran akses internet sangat mudah. Terlebih setelah Facebook dan Twitter, media sosial seperti Instagram, Snapchat, dan aplikasi Tiktok makin digandrungi anak-anak masa kini,” ujar ustadz muda pengagum penyanyi dan musisi Aunur Rofiq Lil Firdaus, alias Opick, dan ustadz Jefri Al Buchori ini.
Ustadz yang juga seorang motivator ini, kemudian menilai bahwa generasi Z berada di kategori kreator. Seluruh konten yang diunggah ke media sosial, menurutnya sama dengan artinya menyebarkan karya ke ruang publik.
“Anak muda saat ini banyak memanfaatkan ruang di media sosial secara kreatif yang mereka gunakan berkreasi, termasuk menyampaikan risalah dakwah,” jelas penyuka warna hitam dan maroon, serta penggemar Moge (Motor-gede) dan adventure off-road ini.
Untuk memudahkan dakwah, Ustadz Imadduddin memanfaatkan media sosial sebagai lahan kreatif dakwahnya. Ia juga memiliki sejumlah akun di sejumlah media sosial yang dapat diakses, antara lain; Fb.imadduddin, Tiktok .imadduddin05, Ig.Imadduddin05, youTube.bang imadduddin real, dan snack vidio.imadduddin05.
Namun motivator yang pernah menjadi tenaga volunteer untuk pengembangan sumber daya manusia masyarakat lokal Papua ini berharap, agar sahabat hijrah sudah harus memikirkan untung dan ruginya ketika share sesuatu di media sosial.
“Karena apapun yang dishare jika hal baik akan mendapat pahala, begitu sebaliknya. Oleh karena itu, mari menggunakan media sosial untuk mencari pahala jariah dengan membagikan sesuatu yang bermanfaat di jalan Allah,” imbuhnya.
Hematnya, anak zaman sekarang dijelaskan pemahaman agama saja tidak cukup. Apalagi model dakwah hitam-putih, yang hanya “nakut-nakuti” : dosa; pahala; surga; neraka.
“Anak-anak sekarang perlu teladan; sosok panutan yang mereka percayai. Disinilah pentingnya sosok yang dapat menjadi panutan, memiliki kompetensi, serta tidak bersikap otoriter dan merasa paling benar," ungkapnya.