Artinya, kata Dia, alokasi yang tidak dianggarkan Pemprov Jambi di 2023 itu muncul dan wajib untuk menganggarkan di APBD perubahan tahun ini.
Kemudian, penyebab lainnya defisit ada alokasi dana transfer yang mestinya masuk di 2023 ternyata masuknya di 2022, sehingga masuk dalam perhitungan Silpa. Angkanya lumayan besar.
“Ada juga beberapa kegiatan yang harus kita laksanakan di 2023, misalnya Rakernas APDESI, APPSI yang jadi tuan rumah adalah Jambi. Kita juga turut anggarkan,” jelas Sudirman.
Selain kegiatan di tingkat nasional, Provinsi Jambi juga menjadi tuan rumah dalam kegiatan STQH yang akan dilaksanakan dalam tahun ini.
“Ada beberapa anggaran yang belum tersedia meskipun sudah kita anggarakan di murni 2023, tapi masih ada beberapa tambahan yang harus kita dukung sehingga masuk. Nah, komulasi ini menjadi belanja defisit dan kita harus rasionalisasikan yang sudah dianggarkan di OPD itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Pemerintahan Dr. Noviardi Ferzi mengatakan, atas kejadian itu membuktikan beberapa hal. Pertama, kualitas perencanaan Pemrov kurang baik. Buktinya, alokasi anggaran 40 persen untuk pembiayaan Pilkada, baik untuk KPU, Bawaslu, Polri dan TNI tak diprediksi dalam perencanaan.
“Padahal ini seharusnya diprediksi dari awal,” sampainya kepada Jambi Ekspres.
Lalu yang kedua, kata Dia, hal ini sebenarnya tak perlu terjadi, jika ruang fiskal APBD Jambi longgar. Namun, pasca program multi years di tahun pertama Gubernur Jambi, ruang fiskal kita menjadi sempit.
“Gubernur gagal dalam mendesain anggaran yang berkualitas,” ucap Noviardi.
Pria yang juga Akademisi STIE Jambi ini, menambahkan, defisit yang dialami Pemprov cukup mengkhawatirkan, karena tak bisa ditutupi dengan Silpa 2022, hal ini mengharuskan pemprov harus melakukan recofusing pada program lain. “Akibatnya target pembangunan melenceng dan tak sesuai dari perencanaan semula,” tuturnya.
“Sedangkan di lain sisi, pemprov harus mencari sumber-sumber pendapatan lain, atau mengoptimalkan sumber pendapatan lain,” sambungnya.
Terpisah, Gubernur Jambi Al Haris menyebut defisit APBD 2023 Provinsi Jambi yang mencapai ratusan miliar itu sebetulnya salah prediksi.
“Sisa lebih pembiayaan anggaran atau Silpa 2022 cukup bagus di Provinsi Jambi. Ketika serapan anggaran 2022 bagus maka Silpa menjadi sedikit. Di akhir 2022 serapan kita cukup baik 95 atau 96 persen, saya lupa sehingga Silpa kita sedikit,” ucapnya.
Dikatakan Al Haris, ada yang salah dalam menghitung dan memprediksi berapa serapan APBD Provinsi Jambi.
“Lalu, penerimaan. Teman-teman masih menghitung penerimaan sama seperti tahun sebelumnya. Padahal tahun ini DBH kita pasti menurun. Contohnya bagi hasil di bidang penerimaan pajak di Samsat itu ada aturannya. Kalau dulu, 30 kabupaten, 70 provinsi, sekarang ini kebalikannya 70 kabupaten/kota dan 30 provinsi,” ujarnya kepada awak media.
Semestinya, kata Haris hal itu sudah dihitung oleh teman-teman sehingga penerimaan itu dihitung menurun, jangan naik. Kalau dihitung penerimaan bakal naik, tapi pembagiannya besar ke kabupaten/kota.