Seandainya itu sesal yang tak sampai, Bibit luka yang terus bersarang di jiwa dan tubuh Arjuna. Banyak kata seandainya yang selalu Arjuna sematkan, sama seperti Aresa yang selalu bilang padanya, soal seandainya yang beri pengharapan pada banyak manusia, yang memberi setidaknya sedikit banyak alasan untuk terus bernafas dan melihat matahari.
Sampai akhirnya Arjuna sadar, seandainya ia itu sebuah pengharapan yang sia – sia, hirarki penyesalan yang tak ingin diakui selalu sembunyi di kata seandainya.
Arjuna masih ingat, soal percakapan petangnya dan Azer. Tiga bulan sebelum rencana pernikahan Azer dan Aresa, Arjuna bahkan masih ingat, kala mereka bertiga berlibur di pantai, kata yang teruntai dan suasana yang terwujud. Lagi – lagi soal Aresa, yang berhasil rebut banyak hati, soal Aresa yang disayangkan tak jadi pasangan hidup untuk menua.
Aresa takt ahu kemana, tersisa Azer dan Arjuna yang nikmati air kelapa muda sembari memandang ombak. “Lo pernah dengar Jun, cewe cowo yang sahabatan nggak ada rasa itu Tulang Ayam Ikan alias tai kucing banget elah!” Azer masih seperti biasanya, moodmaker yang kerap kali buat suasana lebih ceria.
“Maksud?” Arjuna bertahan dengan raut bingungnya, tak paham kemana arah pembicaraan yang begitu tiba – tiba. Arjuna tentu tidak senaif itu juga untuk tidak mengerti maksud Azer, hanya saja sulit untuk diungkapkan kalo sebenarnya Arjuna…entahlah.
“Tiga bulan, Arjuna. Tiga bulan, Kejar Aresa selayaknya laki – laki yang jatuh cinta dengan wanita tanpa pernah tahu kalo pernikahan ini bakal ada, tanpa pernah tahu kalo Aresa jatuh cinta dengan Azer. Tiga bulan Arjuna, hati manusia itu mudah dibolak balik, terutama perkara jatuh cinta yang kelewat mudah. Tiga bulan, seandainya pernikahan ini jadi Aresa dan Arjuna. Azer nggak akan pernah sampai hati untuk menghancurkannya.”
Arjuna tahu, Azer memberinya waktu juga peringatan, seandainya benar terjadi pernikahannya dan Aresa, Azer tak akan sampai hati untuk menghancurkannya, lalu bagaiamana dengan Arjuna, apa ia sampai hati untuk menghancurkan pernikahan yang sudah susah payah dibuat. Arjuna juga manusia, ia juga punya hati, ia juga tak akan pernah tega untuk melakukan itu. Dan dimana hari pernikahan itu terjadi, Arjuna mendekam dalam diam, berduka untuk hatinya yang terjebak dalam kata seandainya.
Arjuna berdoa, hatinya ini semoga lekas sembuh..dari apa saja penyebab lukanya, dan entah sampai Arjuna kembali melihat Aresa duduk di sampingnya, menepuk dirinya seperti teman sekolah seperti biasanya, Arjuna hampir lupa dalam tepukan itu ada genggaman Aresa bersama orang lain yang tak pernah ada dalam genggamannya. (*)
Ari Hardianah Harahap--