JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Menyikapi kemacetan parah yang terjadi di Jalan Lintas Sarolangun-Batanghari, Gubernur Jambi Al Haris pada Rabu (1/2) mengambil langkah tegas.
Orang nomor satu di Provinsi Jambi itu mengambil langkah untuk kembali memulihkan aktivitas lalu lintas di ruas jalan nasional itu hingga normal kembali, salah satunya dengan menyetop aktivitas angkutan batu bara hingga waktu yang tidak ditentukan.
Kemacetan parah yang tak bisa dihindari itu menyebabkan kerugian dari segi ekonomi dan menghambat penyaluran bahan pokok ke daerah maupun kota di Provinsi Jambi.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Jambi, Kemas Alfarabi mengapresiasi keputusan Gubernur Jambi, namun sebaiknya harus ada target penyelesaiannya.
Sseharusnya, kata Kemas, jangan sampai aktivitasnya ditutup sementara, namun setelah dibuka kembali akan terulang seperti kemacetan kemarin.
“Hentikan aktivitas batu bara hingga jalan khusus itu selesai, sehingga ada beban dari perusahaan batu bara itu, kalau seperti ini takutnya pembangunan jalan khusus diulur mereka,” kata Kemas, Kamis (2/2).
Kemas juga menyebutkan, terkait jalan khusus batu bara, tidak semua perusahaan tambang batu bara yang ikut terlibat di jalan khusus itu, seluruh perusahaan tambang baik yang besar mau yang kecil harus ikut berpartisipasi dalam pembangunan jalan khusus tersebut.
“Baru tiga perusahaan yang ikut berpartisipasi jalan khusus batu bara dari 21 perusahaan, seharusnya seluruh tambang yang ikut serta sehingga jalan khusus tersebut cepat terselesaikan,” tambahnya.
Selain itu, kata Kemas Alfarabi, permintaan batu bara dari kementrian BUMN itu sebanyak 40 juta ton per tahunnya, sedangkan cadangan batu bara di Provinsi Jambi ini sebesar 1,9 miliar ton baru bisa habis.
“Jadi 1,9 miliar ton ini baru bisa habis dalam waktu 100 tahun lagi, jadi kementrian BUMN ini tidak bijaksana, dikarenakan itu target begitu besar sebanyak 40 juta ton dalam setahun,” sebutnya.
Targetnya begitu besar 40 juta ton dalam setahun tidak sebanding dengan bantuan dari perusahaan batu bara yang hanya memberi Rp 3,9 miliar.
“Jika diuangkan 40 juta ton itu uangnya Rp70 triliun, artinya gak sebanding hasil dengan bantuan, sangat terlalu jauh, mereka beralasan batu bara ini untuk membantu inflasi nasional agar terdongkrak, tapi nyatanya Jambi menjadi daerah yang paling tertinggi inflasinya mencapai angka 8,55 persen, ujung-unjungnya tetap masyarakat tekena dampaknya,” sambung Kemas Alfarabi.
Dari zaman Belanda terdahulu, Kemas menyebutkan, bahwa hasil minyak bumi sudah habis hingga saat ini, seperti contoh di daerah Bajubang, Tempino dan Kenali Asam, seperti kota mati, hanya tinggal tersisa pompa minyak saja, dan musim kayu ilegal logging dari tahun 1980 sampai 2001 menjarah di hutan lindung nasional di Jambi, tidak banyak perubahan dibanding kota besar lainnya, buktinya jalan-jalan tidak lebar, pelabuhan internasional tidak dikerjakan.
“Provinsi Jambi ini banyak dari hasil buminya yang dihasilkan, tetapi Jambi tidak ada perubahan, tetap seperti ini daerah kita, coba kita lihat infastruktur kita terus pelabuhan nasional kita sampai sekarang gak jadi-jadi, ini yang ditakutkan dengan hasil tambang batu bara ini, hanya tersisa bekas tambang, tapi hasil untuk darrah nol,” tururnya.
Kemas berharap agar Gubernur Jambi memberi peraturan yang jelas dan tepat, jangan terlalu banyak aturan tentang batu bara, cukup 1 point saja.