Sara menggenggam kantung belanjaannya erat, padahal baru beberapa saat yang lalu ia mendapat pesan dari Garasa.
Bahwa dua anak adam lain yang memenuhi rumahnya itu sudah berbaikan, ia juga dikirimkan foto dengan ekspresi yang kontras berlawanan satu sama lain, Garasa dengan gaya narsisnya, Roan yang tersenyum centil dan Sadam dengan ekspresi datarnya, padahal Sara tidak meninggalkan mereka lebih dari satu jam, entah bagaiman cara Garasa membuat Sadam dan Roan menjadi akur hingga berfoto bersama.
Ajaib. Sara terkekeh melihat tumpukan list pesanan tiba – tiba yang datang setelah foto ketiganya, jangan lupakan ungkapan sayang yang tertulis yang menyusul kemudian, membuat Sara geli dan menggelangkan kepalanya tak habis pikir pada tingkah ketiga remaja itu.
Kak Sara jangan lupa beli bahan buat spaghetti pesanan aku oke?!
Roan sama Sadam juga titip ya kak
-Lay’s Nori Seaweed (Sadam)
-Cheetos Puffs BBQ Steak Flavor (Sadam)
-Pringles Sour Cream & Onion (Garasa)
-Kinder Joy ya kak satu aja spesial buat Roan
- Oreo buat Roan juga
Kita bertiga cintah kakak, nanti dapat selamat dari mimi peri udah jadi kakak tertop sekomplek perumahan <3
Sara tidak membalas pesan Garasa, ia masukkan kembali ponselnya ke kantung sakunya, berniat berbalik arah untuk kembali ke minimarket membeli pesanan tiga anak nakal itu. Namun, langkahnya harus terhenti melihat seseorang yang menghadang langkahnya.
Sudah sangat lama sejak Sara terkahir kali melihatnya, tubuhnya masih tegap, perbedaannya hanya wajah itu lebih pucat kini, bahkan senyuman yang diberi pemuda itu masih sama manisnya sejak terkahir Sara temui. Dulu, Sara akan melihat binar mata pemuda itu terang bendarang, terang yang cahayanya tak akan lekang oleh masa, tapi Sara temui satu kenyataan, bahwa pemuda itu juga manusia, yang bisa terluka dan hilang harapan. Yang langkahnya juga bisa salah, yang bisa putus asa, yang bisa menabur asa juga kecewa dalam waktu yang sama. ada rasa enggan di hati Sara hanya untuk sekedar berbasa – basi saling menyapa, siapa juga posisinya untuk berbasa basi sedekat itu, kawan lama? Rekan kerja? Mantan? Bahkan Sara tidak dapat mendefiniskan hubungan sosialnya pada pemuda yang menatapnya intens dengan netra kosong itu.
“Lama ya?” Tanya Pemuda itu, Sara hanya diam, pikirannya kosong, teringat waktu dimana semuanya terasa sia – sia, teringat dimana jurang itu harus kembali ada, saat dimana ia mempertruhkan hidup dan matinya, masa depannya, keluarganya, ia pertaruhkan segala yang ia punya demi pengkhianat yang memadunya dengan banyak kata cinta. Bahkan disaat ia diberi luka yang tidak masuk akal sakitnya, belas kasihnya pada pemuda itu dalam persidangan masih ada, doa dan keringan yang bertutur darinya, membungkus seluruh kata yang ingin ia ucapknya, mengapa cinta yang ia agungkan dan begitu tulus ia berikan dibalas dengan pengkhianatan yang begitu menyakitkan.