“Akhir bahagia itu banyak versinya, ada yang sama – sama sampe tiada, ada yang baiknya hanya sesaat untuk bersama, karena berpisah jauh membuat lebih merasa menjadi manusia, sebab lega yang tak dapat dinungkap dengan kata”
-All of us Fallin in Love
>>>***<<<
Arisa terkekeh pelan, pada Sundra yang kini tampak tersenyum masam, ternyata sudah seberjuang apapun, kalo kata takdir dan semesta tidak, mereka hanya menghabiskan waktu yang sia – sia, andai tahu begini, tak akan mereka melewati drama cinta yang tiada habisnya sebelum mencapai titik ini, dimana mereka berdua terpaksa di dewasakan oleh situasi dan kondisi, sebab dibanding cinta, berurusan dengan cita – cita ternyata jauh lebih sulit.
“Udah semua?” Tanya Arisa, ia kembali memeriksa barang – barang Sundra. Tidak ada air mata diantara keduanya, padahal dalam hitungan menit kedepannya, keduanya akan berpisah tanpa tahu jumpa diantara mereka akan ada atau tidak nantinya.
“Sedih dong, Sa. Kalo gini gue merasa gimana gitu.” Ujar Sundra, alih – alih Arisa yang notabenya perempuan yang seharusnya lebih sentimental, Sundra malah tampak lebih dramtis.
Arisa terkekeh, “Kenapa?” Tanya Arisa, ia sejajarkan dirinya berhadapan dengan Sundra, merapikan kerah kameja Sundra yang berantakan. Kemudian, manik mata kedunya bertemu, dalam tatap satu sama lain, tersembunyi rasa yang begitu mereka benci, ingin masing – masing berteriak, untuk terus egois, menahan kepergian ini agar tidak pernah terjadi. Tapi, mereka tetap manusia yang hanya bisa bicara, satu – satunya tindakan paling benar saat mereka mematikan rasa itu di hati, karena hanya karena cinta, logika mereka kadang jadi diluar nalar manusia.
Arisa memeluk Sundra tipis, kedunya masih bersitatap, pengumuman bandara yang keras, dan ramainya orang yang lalu Lalang di bandara tidak menganggu keintiman dua insn tersebut, “Gue berharap lo bakal jadi orang bego yang bulol parah, yang saat gue suruh tinggal, lo bahkan nggak akan bergerak seinci pun dari tempat lo berdiri sekarang,” Ujar Arisa, pelan – pelan sedih yang ia tahan akhirnya bermuara.
“tapi, gue lupa kalo orang yang buat gue jatuh cinta itu karena logikanya yang luar biasa, makasih kerena pernah ada, dan sama – sama untuk memori sebentarnya.” Mata Arisa berembun, padahal dari rumahnya sudah ia tanamkan dalam dirinya, perpisahan mereka ini harus berkahir dengan bahagia, Sundra tetap akan menjadi pelabuhan akhirnya sebelum ia benar menjemput kunjungan laut terkahirnya dan menjadi karam untuk selamanya.
Sunda tersenyum tipis, memeluk Arisa, “gue pikir gue bakal jadi satu – satunya yang sedih, ternyata lo lebih parah.” Respon Sundra dengan kekehan kecil yang dibalas Arisa dengan pukulan pelan di bahunya.
“Jaga diri baik – baik disana, semoga ada jumpat buat kita nanti.” Bisik Arisa pelan.
Sundra mengangguk, “Jaga diri baik – baik disini, semoga kita bisa lebih lama sama – sama” (bersambung)