Jalur Rempah, Perannya dalam Dunia Kesehatan, dan Peluang di Masa Depan
JAMBI, JAMBIESKPRES.CO.ID - Jalur Rempah sangat berperan penting dalam membentuk sejarah Indonesia hari ini, bukan hanya di masa kolonial, tetapi juga masa prakolonial. Penting bagi kita untuk menelusuri sejarah yang cukup jauh ke belakang, melihat ikatan dan saling keterhubungan yang ada di dalam masyarakat yang sudah berlangsung berabad-abad, jauh sebelum adanya nasionalisme modern.
Peserta Seminar--
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam pembukaannya pada “Seminar Internasional Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia” yang disampaikannya secara daring, Senin, (19/9/22). Seminar tersebut diikuti oleh sekitar 400 peserta luring di Balairung Universitas Jambi serta 250 peserta daring. Pengisi materi terdiri dari akademisi, peneliti, budayawan, dan pegiat budaya Melayu, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Penting bagi kita berdiskusi mendalami seperti apa dunia Melayu di dalam jalur perdagangan rempah dunia. Dari keterangan para sejarawan dan narasumber yang hadir, kita bisa melihat bahwa hubungan-hubungan itu cukup erat sesungguhnya, tercermin bukan hanya dari catatan sejarah, tetapi kita juga bisa memeriksanya dari perspektif linguistik, tinggalan arkeologisnya, kita bisa melihat dari ekspresi budaya yang kemudian bermunculan di seluruh Nusantara ini,” ujarnya.
Muhammad Nur, Sejarawan Universitas Andalas dalam materinya yang berjudul “Peran Sungai dan Laut dalam Sejarah Peradaban Rempah Dunia Melayu” mengatakan, bagai gula yang dicari semut, rempah merupakan satu-satunya primadona perdagangan pada masa kuno di dunia Melayu. Sejak abad ke-7 sampai abad ke-18 pusat-pusat perdagangan rempah di dunia Melayu memiliki bandar-bandar dagang yang besar, baik sebagai pelabuhan laut maupun bantaran sungai. Bandar tersebut sering dikunjungi oleh kapal-kapal dari berbagai daerah yang cukup jauh, misalnya Cina, Gujarat, India, Persia, Arab, Roma, dan Mediterania.
Ia menjelaskan faktor-faktor penyebab negeri Melayu menjadi pusat pelayaran dan perdagangan rempah adalah karena di sekitar pantai timur dan pantai barat Sumatra tumbuh berbagai tanaman rempah yang dibutuhkan oleh orang Eropa, Mediterania, Persia, Mesir, dll. “Perdagangan rempah di dunia Melayu, sekaligus menyebabkan terjadinya komunikasi budaya antara Nusantara dan India, Cina, dan bangsa lainnya di bagian barat,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Xu Liping dalam materi “The Spice Trade of China-Indonesia and Its Impact” mengatakan, perdagangan rempah-rempah antara Cina dan Indonesia berlangsung selama ribuan tahun dari Dinasti Han dan Tang ke Dinasti Qing. Sebelum kedatangan penjajah Barat, Tiongkok kuno dan Indonesia selalu memelihara hubungan persahabatan yang mendorong perkembangan perdagangan rempah-rempah antara Tiongkok dan Indonesia sehingga memberikan pengaruh besar pada kehidupan sosial Tiongkok,” sebutnya.
Dalam seminar ini diisi juga oleh pemateri lainnya yaitu Prof. Amarjiva Lochan yang membawa materi bertajuk “Malays’ Spice Commodities Trade in Nusantara’s Spice Routes” dan Dr. Pinky Saptandari dari Universitas Airlangga, menyampaikan materi “Rempah untuk Kesehatan dalam Budaya Melayu” .
Diskusi dalam seminar ini juga membawa pesertanya pada pembicaraan tentang Jalur Rempah dan peluangnya bagi masa depan. Apa yang membuat orang di masa silam saling berhubungan? Melalui Jalur Rempah bisa melihat bukan hanya perdagangan rempah saja, tetapi ada pertukaran pengetahuan di sana, ada pula interaksi kultural yang terjadi sehingga membentuk satu jaringan yang sangat kuat masa itu. “Kemampuan seperti ini tentu menjadi modal bagi kita hari ini melihat bagaimana di masa lalu orang sudah mampu untuk membanun hubungan yang kat satu sama lain, sekarang dengan kemudahan teknologi, transportasi, komunikasi, dst. Harusnya justru semakin kuat,” jelas Hilmar Farid lagi.