JAKARTA - Pejabat yang divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi ternyata tak otomatis diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Pemberhentian tergantung pada keputusan pejabat pembina kepegawaian di daerah atau instansi masing-masing.
Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Kepegawaian Negara Aris Windiyanto mengatakan, pemberhentian seorang PNS diatur dalam UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan PP No 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Aris, dalam pasal 23 UU 43 tahun 1999 sudah jelas tentang aturan pemecatan PNS yang tersandung perkara pidana. Seorang PNS dapat diberhentikan karena dengan tidak hormat bila dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman kurungan lebih dari empat tahun.
Karena itu, vonis dua setengah tahun bagi Sekda Kabupaten Bintan Azirwan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak bisa membuat Azirwan diberhentikan sebagai PNS.
Namun, Aris mengingatkan, dalam pasal yang sama juga terdapat ketentuan bahwa PNS diberhentikan tidak hormat karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan. \"Tindak pidana jabatan ini diantaranya adalah tindak pidana korupsi,\" tutur Aris.
Artinya, kalau terbukti melakukan korupsi, tidak ada batasan minimal tuntutan atau hukuman, dia bisa diberhentikan dengan tidak hormat. Pemberhentian dilaksanakan oleh pejabat pembina kepegawaian. Bila di instansi pusat, pemberhentian dilakukan kepala lembaga negara. Sementara, bila terdaftar sebagai pegawai daerah, yang berhak memberhentikan adalah gubernur atau bupati. \"Jadi, bukan BKN yang memecat,\" kata dia
Pemecatan bagi PNS yang terlibat tindak pindana jabatan tadi juga dikuatkan dalam PP 32/1979. Pada pasal 9 PP tersebut diatur bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat ketika melakukan suatu tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatan.
Sayangnya pada prakteknya sanksi kepada PNS yang terlibat korupsi, terutama yang tuntutan hukumannya kurang dari empat tahun, tidak berujung pemecatan. Sebab, jenis pidana yang didakwakan kepada PNS nakal ini bukan tindak pidana jabatan, tetapi tindak pidana kejahatan biasa. Sebagaimana sudah diatur PNS yang divonis dengan dengan kurang dari empat tahun, bisa terhindar dari pemecatan.
Sebelumnya, gubernur Kepulauan Riau melantik Azirwan sebagai kepala dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau setelah menjalani hukuman selama dua setengah tahun di Cipinang. Hukuman dijatuhkan karena Azirwan terbukti menyuap anggota DPR Al Amin Nasution dalam pengurusan pengalihan fungsi hutan lindung di Bintan. Azirwan ketika itu menjabat sebagai sekretaris daerah Bintan.
(wan)