Hakim MK: SBY Obral Grasi Narkoba

Senin 15-10-2012,00:00 WIB

    JAKARTA - Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengampuni hukuman mati untuk terpidana gembong narkoba internasional Deni Setia Maharwa menuai kecaman. Hakim konstitusi Akil Mochtar menuding keputusan tersebut sebagai tamparan keras terhadap semangat pemberantasan narkoba.

     \"Kalau hukum sudah lemah, vonis sudah dikurangi, pemerintah juga obral grasi, apa lagi yang bisa kita harapkan?\" kata Akil saat dihubungi di Jakarta kemarin (14/10).

     Belakangan ini, kata dia, banyak kasus narkoba yang justru lemah saat berurusan dengan hukum. Selain perkara Deni Setia Maharwa, terpidana pemilik pabrik ekstasi di Surabaya, Hangky Gunawan, justru hukumannya dikorting oleh Mahkamah Agung (MA) dari hukuman mati menjadi penjara 12 tahun. Selain itu, ada juga grasi pengampunan hukuman mati yang diberikan kepada Merika Pranola alias Ola alias Tania.

     Akil mengakui, grasi yang diberikan berdasarkan Keppres No.7/G/2012 merupakan hak prerogatif SBY. Namun, grasi tersebut justru menunjukkan melemahnya komitmen penegak hukum untuk perang melawan gembong narkoba. \"Itu tidak sejalan dengan semangat kita. Kalau kita tidak tegas dengan pelaku kejahatan narkoba, yang akan mengalami kehancuran adalah kita sebagai bangsa akan terpuruk, generasi rusak karena narkoba, apa yang kita harapkan?\" tegasnya.

     Hakim konstitusi yang merangkap Juru Bicara MK itu menambahkan, grasi dan pengurangan hukuman itu akan berimbas pada kinerja pemberantasan narkoba oleh para penegak hukum. Mereka seolah tidak mendapatkan penghargaan yang pas. Kerja maksimal mereka mengungkap bandar-bandar dan pabrik obat-obatan terlarang seperti tidak ada hasilnya. Hukuman justru dikurangi di tingkat elit peradilan bahkan oleh pemimpin negara.

     Hal senada diungkapkan mantan MenkumHAM Yusril Ihza Mahendra. Dia menuding SBY penuh kebohongan karena sengaja menutup-nutupi grasi meskipun pada akhirnya terbongkar. Dia mengingatkan tentang kasus grasi terhadap kepada Schapelle Leigh Corby dengan alasan strategi diplomasi terhadap Australia. Padahal, nyatanya, ada grasi kasus narkoba terhadap tiga terpidana lainnya, satu WNA dan dua lainnya adalah Dani dan Ola.

     Terungkapnya grasi tersebut, kata Yusril, justru setelah MA mengungkapkannya. Apalagi Julian mengatakan bahwa grasi tersebut diberikan SBY setelah mendapat pertimbangan hukum dari MA. \"Padahal MA menyatakan kepada SBY bahwa grasi tidak perlu diberikan. Mereka sudah berbohong,\" katanya.

     Secara terpisah Henri Yosodiningrat dari Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) menilai Indonesia sudah masuk dalam status bencana narkoba. Upaya penyidikan Polri dan BNN yang sudah dilakukan secara masif dilemahkan di sisi keputusan hukum. \"Akibatnya tidak ada efek jera, narkoba tetap ada di Indonesia,\"kata pengacara kondang ini.

     Kasus terbaru Afriyani dan Novi Amilia sopir yang menggunakan ekstasi dan akhirnya menabrak warga menjadi contoh bahwa penanggulangan narkotika di Indonesia masih jauh dari dikatakan berhasil. \"Terus terang kita kecewa dengan keputusan grasi itu. Ini menunjukkan komitmen negara belum serius,\"katanya.

(aga/rdl)

Tags :
Kategori :

Terkait