Oleh Afriyanto
“Tak ada elemen terluhur yang dimiliki suatu bangsa selain bahasa.”
(Ernst Moritz Arndt)
WACANA peniadaan pengajaran bahasa Inggris di tingkat SD yang pernah disampaikan Wakil Menteri Kemendikbud, Professor Musliar Kasim, di awal-awal Oktober 2012 kontan mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Ada banyak pengguna sosial media seperti Facebook dan atau Twitter yang menanggapi sinis lontaran wakil menteri ini. Mayoritas besar mereka berpendapat bahwa
gagasan seperti ini merupakan langkah mundur bagi dunia pendidikan kita, mengingat kemampuan
berbahasa Inggris telah menjadi mutlakdimiliki oleh generasi muda Indonesia untuk bersaing di kancah global.
Mengacu pada dokumen resmi standar isi kurikulum nasional untuk tingkat SD, sebenarnya mata pelajaran bahasa Inggris bukanlah salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di tingkat SD. Bahasa Inggris barulah secara resmi diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di tingkat SMP. Namun, selama ini banyak sekolah yang telah mulai mengajarkannya di tingkat SD dengan menjadikannya salah satu bidang studi di kurikulum muatan lokal. Dengan demikian, peniadaan yang dimaksud pemerintah itu adalah penghapusan bahasa Inggris sebagai salah satu subjek dalam kurikulum
muatan lokal tersebut. Kalau wacana ini kemudian menjadi keputusan, maka mulai Januari
2013, mata pelajaran bahasa Inggris kemudian akan lenyap dalam muatan kurikulum SD
(negeri).
Bahasa, Identitas, dan Linguistic Imprealism
Mendiskusikan wacana pemerintah ini, adagium lama namun masih relevan untuk kita ingat dalam konteks ini adalah bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan ini berarti bahwa ada kaitan yang sangat erat antara suatu bahasa dengan jati diri seseorang sebagai entitas sebuah bangsa. Bahwa bahasa adalah identitas yang membedakan sebuah bangsa dengan yang lainnya.
Bahasa tidak hanya sekadar alat komunikasi, namun juga menjadi alat perekat yang mempersatukan
sebuah komunitas. Karena peran strategis bahasa inilah dulu para founding father negara ini berusaha dan berjuang memastikan agar semua kelompok etnis di Nusantara bisa berbahasa yang satu, yaitu bahasa Indonesia.
Barangkali inilah alasan utama pemerintah mewacanakan peniadaan pelajaran bahasa Inggris di tingkat SD, agar anak didik kita bisa lebih fokus mendalami bahasa Indonesia sebagai bahasanasional. Pemerintah barangkali setuju dengan ungkapan Ernst Moritz Arndt yang saya kutip di awal tulisan ini. Bahwa tak ada elemen paling luhur dari sebuah bangsa, kecuali bahasa. Penguasaan