SAROLANGUN – Aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) sepertinya memang pantas diberantas. Karena dengan maraknya PETI di Kecamatan Limun atau tepatnya disekitar objek wisata Dam Kutur, keindahan Dam Kutur sudah tidak seindah dulu lagi, soalnya, sudah tercemar, dan pemandangannya pun sudah tidak bagus. Kalau sebelumnya air di sekitar Dam Kutur sangat jernih. Sekarang sudah seperti kubangan kerbau atau air lumpur.
Kadisbudpar Pora Sarolangun, Arief Ampera, mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak, sebab status kepemilikan ratusan hektar lahan di kawasan objek wisata Dam Kutur merupakan milik Dinas Pertanian. ‘’Kami sangat menyayangkan mengapa kondisi tersebut terjadi,’’ ujarnya.
Pantauan di lapangan, memang secara umum nasib kawasan objek wisata tersebut sangat ironis, sebab tampak jelas lobang-lobang sisa kerukan para
penambang emas di hulu Dam Kutur, bahkan sampai saat aktfitas tersebut masih berlangsung.
Bahkan, dua hari lalu (30/10), saat rombongan Bupati Sarolangun, H. Cek Endra, sempat mengunjungi kawasan objek wisata itu, deru mesin dompeng (PETI) dari aktfitas pertambangan emas masih terdengar. Bahkan dapat dilihat secara langsung, sebab hanya berjarak puluhan meter dari pintu air Dam Kuntur. ‘’Jika kondisi terus berlangsung semua akan habis,’’ ujar Bupati.
Bupati berjanji akan membawa persoalan ini ke tingkat propinsi. Sebab masalah PETI bukan lagi masalah Kabupaten Sarolangun, namun juga menjadi masalah hampir di setiap daerah di Provinsi Jambi bagian hulu. ‘’Saya akan laporkan ini ke Bapak Gubernur, sehingga jajaran Polda Jambi dan pihak lainya juga bisa turut serta mengatasi masalah PETI,’’ janjinya.
Kepala Satpol PP Sarolangun, Thamrin, mengaku pihaknya memang sudah sangat kewalahan untuk mengatasi dompeng. ‘’Sekitar tiga minggu lalu, kami sudah lakukan razia gabungan secara besar-besaran, namun razia tersebut belum berhasil secara maksimal, sebab banyak hambatan di lapangan, soalnya, masyarakat tidak segan-segan menghadang tim gabungan, dan jumlah mereka ribuan,’’ sebutnya.
Menurut Thamrin, hasil razia, sifatnya hanya shoc therapy, bahkan meski ratusan dompeng berhasil dimusnahkan, namun dalam hitungan minggu berikutnya kembali menjamur. ‘’Kami tidak mungkin melakukan razia setiap hari, sebab selain keterbatasan personil, biaya untuk operasi juga besar,’’ tandasnya.
(zha)