JAKARTA - Kasus korupsi pengadaan laboratorium komputer di madrasah tsanawiyah pada 2011 dan penggandaan Alquran pada 2011 dan 2012, Zulkarnaen Djabar dan Dendi Prasetya akhirnya masuk persidangan. Kemarin, ayah dan anak itu disidangkan bareng di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Keduanya terancam hukuman 20 tahun penjara karena didakwa melanggar Pasal 12 huruf b jo pasal 18 jo pasal 55 ayat 1 kesatu. Subsider Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu. Lebih Subsider Pasal 11 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 22 ayat 1 KUHP.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zakil Fikri saat membacakan dakwaannya menyebut kalau Zulkarnaen Djabar dan Dendy telah mempengaruhi supaya perusahaan yang diinginkannya melaksanakan proyek pengadaan komputer dan Al Quran. \"Penetapan perusahaannya atas pengaruh dari Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendi dan Fahd El Fouz sebagai perantara,\" ujarnya.
Adapun perusahaan yang dibantu oleh mereka adalah PT Batu Karya Mas sebagai pemenang dalam pekerjaan laboratorium komputer di Direktorat Pendidikan Islam tahun anggaran 2011. Totelnya proyeknya itu senilai Rp 31,2 miliar. Sedangkan untuk pengadaan Al Quran ada dua perusahaan yang mereka menangkan.
Pertama, PT Adhy Aksara Abadi Indonesia untuk proyek 2011 senilai Rp 22 miliar. Kedua, PT Synergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang dalam pengadaan kitab Al Quran tahun anggaran 2012 dengan nilai Rp 50 miliar. \"Perbuatan melawan hukum menerima uang senilai Rp 14,9 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus,\" imbuhnya.
Nah, Zulkarnaen memiliki peran untuk menyetujui anggaran di Kementerian Agama. Agar lancar, Dendy dan Fahd melakukan perhitungan pembagian fee yang dicatat dalam sebuah kertas. Untuk pengadaan laboratorium, penerima fee adalah Zulkarnaen (6 persen), Vasco atau Syamsu (2 persen), kantor Dendy (0,5 persen), Priyo Budi Santoso (1 persen), Fahd (3,25 persen) dan Dendy (3,25 persen).
Untuk pendagaan Al Quran tahun 2011 penerima fee adalah Zulkarnaen (6,5 persen, Vasco atau Syamsu (3 persen), Priyo Budi Santoso (3,5 persen), Fahd (5 persen), Dendy (4 persen), dan kantor (1 persen). Sedangkan untuk proyek 2012 Zulkarnaen (8 persen), Vasco atau Syamsu (1,5 persen), Fahd (3,25 persen), Dendy (2,25 persen), dan kantor (1 persen).
\"Setelah disepakati pekerjaan dana pembagian fee tersebut, dilakukan proses pengadaannya di Kemenag,\" lanjut JPU. Berdasar pasal yang didakwakan, berarti keduanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Sementara itu, Zulkarnaen Djabbar saat diberi kesempatan mengatakan ada beberapa ketidakpahaman. Terutama korelasi antara dirinya sebagai penyelenggara negara dan terdakwa II, Dendy Prasetia sebagai pengusaha. \"Dakwaan juga banyak membicarakan masalah penganggaran. Setahu saya, itu rana eksekutif,\" katanya.
Selain itu, dia berharap agar ada fasilitas yang memadai untuk anaknya di penjara. Sebab, kaki Dendy masih sakit setelah kecelakaan. Sementara itu, Dendy mengaku sudah memahami dakwaan tersebut. Dia lebih memilih untuk membuktikan semuanya melalui fakta persidangan nanti. Keduanya juga sepakat mengajukan eksepsi.
(dim/ca)