Oleh : Riswan
Pasca keputusan MK mengenai status RSBI disambut berbagai aksi masyarakat, potong tumpeng, kecewa, dll, sebuah aksi yang mengambarkan dua sisi mata uang yang berbeda, satu sisi menunjukan keterwakilan masyarakat yang menginginkan pendidikan berkwalitas tidak hanya dimonopoli kelompok tertentu saja, disisi lain muncul kekecewaan dari orang tua yang anaknya sekolah di RSBI, kwatir akan penghapusan label tersebut akan berdamfak terhadap kwalitas pendidikan anak-anak.
Label RSBI pada pendidikan negeri ini, telah memberikan sebuah harapan dan kepercayaan masyarakat akan pendidikan yang berkwalitas, ibarat label melekat pada sebuah produk yang telah teruji di masyarakat, tentu akan memberikan kepuasan pada pemakainya, menjadi brand positif di masyarakat, bangga yang menggunakannya, selalu menjadi pilihan , berapapun harganya konsumen akan berusaha untuk mendapatkannya.
Begitulah kira-kira gambaran sekolah yang berlabelkan RSBI dan SBI, ia telah menjelma menjadi sebuah komonite yang diperebutkan semua orang, inilah yang pada akhirnya menjadi akar permasalahan di masyarakat, dengan jumlah sekitar 1.300 sekolah yang berlabel RSBI dari SD sampai SMA tentu bukan jumlah yang memadai untuk jumlah penduduk negeri ini yang besar, jumlah tersebut menjadi persoalan bagi masyarakat untuk dapat akses kesekolah tersebut, kondisi ini dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Keputusan MK ini telah memberikan pelajaran berarti bagi pemerintah dan pratisi pendidikan akan kebutuhan masyarakat terhadap mutu pendidikan di negeri ini, perubahan pendidikan haruslah mendasar dan tidak ada dikotomi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, semua lampisan masyarakat berhak mendapatkan dan menikmati pendidikan yang berkwalitas tersebut.
Kasus penghapusan label RSBI pada dunia pendidikan , tentu bukan sebuah tindakan apriori, ini bagian dari control untuk menjaga hati dan perasaan masyarakat yang terusik dari ketidak adilan pendidikan negeri ini, sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Dengan keputusan MK tersebut, misi pemerintah untuk membangun pendidikan yang berkwalitas melalui program RSBI dan SBI, untuk sementara dihentikan, kementerian pendidikan akan mencari alternatif lain, pada bulan juni nanti kabarnya akan ditentukan nasib ex RSBI, kita berharap program penganti nanti tidak hanya sekedar ganti baju, tapi benar-benar memiliki spirit untuk memperbaiki mutu pendidikan negeri ini, tanpa ternodai dengan kepentingan-kepentingan politik.
Visi dan misi pemerintah membangun sekolah yang berkwalitas melalui RSBI dan SBI, sangat di apresiasi masyarakat, sedikit disayangkan ada benalu yang mengerogoti system tersebut dilapangan, sehinga proses kejujuran, amanah dan cerdas tidak lagi menjadi nilai yang sakrar bagi para pengelola dalam rekrutmen siswa-siswanya, kurang transparan, system ini kaya akan konsep namum sangat rapuh dalam pelaksanaan.
Tahun 2015 akan ada pencanangan komunitas asean, ini tentu akan berpengaruh pada dunia pendidikan dalam negeri ini, pembenahan pendidikan harus segera dilakukan secara merata mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, jangan ada lagi perubahan yang bersifat parsial, sehingga dikemudian hari menjadi bumerang bagi dunia pendidikan itu sendiri.
Untuk bisa menjadi bagian dari komunitas asean secara utuh, kwalitas pendidikan akan menjadi bagian yang amat penting dalam peningkatkan sumber daya manusia untuk bisa bersaing antar anggota komunitas asean nantinya.
Dengan adanya kasus pencabutan label RSBI ini, kita berharap dunia pendidikan negeri ini segera mungkin untuk melakukan perubahan pada pendidikan dasar, apalagi masyarakat asean sudah didepan pintu, dunia pendidikan tentu akan merasakan damfaknya secara langsung. kebijakan pendidikan harus mempunyai model yang bersifat universal , siapapun yang memenangi sukseksi kepemimpinan negeri ini, konsep pendidikan tersebut tetap senergi.
Kegagalan model RSBI dan SBI untuk menjadi sebuah proyek distorasi kwalitas pendidikan negeri penting untuk di evaluasi bersama baik pemerintah provinsi sebagai donator dana operasional plus dana komite, perbedaan pendanaan ini menyebabkan sekolah yang tidak berlabel RSBI, SBI merasa di anak tirikan, terjadi dikotomi dalam pendidikan anak, terjadi pengelompokan kekuatan (guru) pada satu sekolah yang dipaksakan.
Negeri ini menginginkan kwalitas pendidikan yang menyeluruh, dan bukan untuk kelompok tertentu atau golongan, RSBI, SBI boleh tukar baju, atau apapun, namum harus dapat mengakomodir semua anak didik negeri ini tanpa pengeculian.
** Penulis Dosen STMIK Nurdin Hamzah **