JAKARTA- Rencana pengenaan cukai pada produk minuman bersoda diproyeksi akan memukul telak kinerja industri minuman bersoda.
Ketua Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) Eugenia Madanugraha mengatakan, berdasar kalkulasi pengenaan cukai sebesar Rp 3.000 per liter, maka omzet industri minuman bersoda diproyeksi menyusut Rp 5,6 triliun. “Penurunan omzet ini bisa berdampak pada PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh produsen minuman bersoda,” ujarnya kemarin (4/2).
Selain itu, lanjut Eugenia, pengenaan cukai tersebut juga bakal berimbas pada penerimaan negara. Memang, pengenaan cukai bakal menambah penerimaan negara sebesar Rp 590 miliar. Namun, naiknya harga akan membuat permintaan minuman soda menyusut yang ujung-ujungnya akan membuat penurunan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari produsen minuman bersoda. “Potensi penurunan PPN ini mencapai Rp 736 miliar,” katanya.
Karena itu, dengan kalkulasi potensi tambahan penerimaan cukai dari minuman bersoda sebesar Rp 590 miliar dan potensi penurunan PPN sebesar Rp 783 miliar, maka secara agregat justru akan menurunkan penerimaan negara sebesar Rp 193 miliar.
Eugenia menambahkan, selain agregat potensi pengurangan penerimaan negara tersebut, pemerintah juga masih harus menanggung beban biaya pungutan pajak Rp 74,7 miliar. “Ini dihitung berdasar pada persentase pungutan pajak,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, rencana pengenaan cukai pada minuman bersoda merupakan bagian dari rencana diversifikasi objek cukai. “Dari sisi kesehatan, soda ini juga kurang baik, jadi konsumsi masyarakat seharusnya memang dikurangi,” ujarnya.
Berdasar skema yang disiapkan Kementerian Keuangan, tarif cukai untuk minuman bersoda ditetapkan di kisaran Rp 1.000 - 5.000 per liter dan konsumsi diperkirakan di kisaran 790,4 juta liter per tahun.
Dengan asumsi tersebut, pengenaan cukai Rp 1.000 per liter diproyeksi akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 790 miliar, tarif cukai Rp 2.000 potensi penerimaan bertambah Rp 1,58 triliun, Rp 3.000 tambahan penerimaan sebesar Rp 2,37 triliun, Rp 4.000 tambahan penerimaan sebesar Rp 3,16 triliun, sedangkan tarif cukai Rp 5.000 potensi penerimaan bertambah Rp 3,95 triliun.
(jpnn)