JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Neneng Sri Wahyuni dihukum tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta yang dapat diganti dengan enam bulan kurungan. Terdakwa kasus korupsi pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kemenakertrans tersebut juga dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 2,660 miliar.
Uang pengganti tersebut mesti dilunasi dalam kurun sebulan sejak ada putusan berkeluatan hukum tetap.\" Jika tidak dibayar, majelis hakim diminta memerintahkan jaksa menyita harta Neneng. Jika hartanya tak mencukupi untuk melunasi uang pengganti, isteri terpidana kasus Wisma Atlet M. Nazaruddin tersebut dituntut hukuman penjara tambahan 2 tahun.
\"Terdakwa Neneng Sri Wahyuni telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hokum bersalah melakukan tindak pidana korupsi,\" kata Jaksa KPK Guntur Ferry Fahtar saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.
Jaksa meyakini Neneng telah melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor j.o pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut Jaksa, Neneng telah terbukti menguntungkan diri sendiri dan orang lain dalam proses pemasangan PLTS di Kemenakertrans tahun anggaran 2008.
Korupsi yang dilakukan Neneng bermula sejak proses lelang belum berlangsung. Mulanya, bos PT Anugerah Nusantara yang juga suami Neneng, M. Nazaruddin, memberikan uang USD 50 ribu kepada pejabat Kemenakertrans untuk memengaruhi lelang proyek PLTS. Neneng yang waktu itu menjabat Direktur Keuangan PT Anugerah, meminjam bendera PT Alfindo Nuratama untuk mengikuti lelang. Melalui Direktur Adminstrasi PT Anugerah Nusantara Marisi Martondang dan Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara Mindo Rosalina Manulang, dilakukan kesepakatan dengan Timas Ginting yang merupakan pejabat pembuat komitmen di Kemenakertrans dalam proyek itu.
\"
Mereka mengubah hasil komponen pengujuan produk PT Alfindo, sehinga bias memenuhi persyaratan teknis sehingga bisa menjadi pemenang tender. Setelah itu, Neneng mengalihkan pengerjaan utama proyek PLTS ke PT Sundaya Indonesia, dengan memberikan imbalan kepada Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Arifin Ahmad. Menurut Jaksa, pengalihan pekerjaan utama kepada subkontraktor telah melanggar Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Atas pengalihan ini, Neneng dianggap telah merugikan Negara Rp 2,7 miliar. Perhitungannya, setelah PT Alfindo menerima pembayaran proyek Rp 8 miliar, Neneng memerintahkan anak buahnya, Yulianis, membayarkan uang ke PT Sundaya Rp 5,2 miliar. \"Selisihnya Rp 2,7 miliar terbukti sebagai kerugian Negara,\" ujar Jaksa.
Atas tuntutan Jaksa ini, Neneng beserta penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan pada Kamis (14/2) mendatang.
(sof)