Oleh: Nasuhaidi, S.Pd., S.Sos., M.Si.
Setiap perhelatan pesta demokrasi, kampanye menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi itu sendiri. Kampanye memiliki arti yang penting baik bagi peserta Pemilu maupun pemilih. Melalui kampanye, peserta Pemilu berkesempatan untuk menawarkan, menjelaskan dan meyakin pemilih akan materi kampanye baik visi, misi, dan program, termasuk biodata serta informasi lain. Bagi masyarakat, dengan adanya kampanye mereka menjadi familiar dengan calon pemimpin yang ditawarkan peserta Pemilu sehingga dapat terhindar dari yang namanya “memilih kucing dalam karung” alias salah pilih.
Secara normative, kampanye Pemilu sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012, dan secara teknis mengacu pada Peraturan KPU No. 1 Tahun 2013. Ditentukan bahwa yang dikatakan kampanye adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta Pemilu dan atau informasi lainnya. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye Pemilu setidaknya harus mengandung empat hal, yakni tindakan kampanye berupa aktivitas penawaran, khalayak sasaran berupa pemilih,dan rangkaian komunikasi yang guna meyankinkan pemilih serta materi kampanye yang terdiri dari visi, misi, program dan informasi lainnya.
Melihat definisi di atas jelaslah bahwa kampanye bukanlah persoalan sederhana. Kampanye Pemilu harus disiasati dengan sungguh-sungguh dan saling bersinergi antara stakeholders agar apa yang diharapkan dari kampanye politik tersebut dapat tercapai. Meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat, pakar komunikasi (Venus, 2007:iii) bahwa “kampanye tidak gampang”. Pernyataan itu benar adanya karena seringkali apa yang direncanakan pada sebelum kampanye sering menghasilkan output yang tidak mengembirakan karena tidak di-manage dengan baik. Untuk itu, kampanye harus dimanej secara serius dengan pelibatan banyak pihak.
Penulis melihat guna mencapai hasil kampanye Pemilu yang optimal dalam penegakan demokrasi, diperlukan sistem manajemen kampanye yang menyeluruh dengan pelibatan pihak terkait, antara lain; pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU memegang peranan yang penting dalam me-manage kampanye. Penataan pelaksanaan kampanye merupakan tugas KPU sebagai salah satu penyelenggaran Pemilu. Untuk itu, KPU harus memastikan jadwal dan menjelaskan aturan main metode kampanye yang digunakan. Dari segi jadwal, pelaksanaan kampanye yang harus betul-betul fix sehingga pemilahan jadwal menjadi pasti, metode mana yang dapat dimulai 3 (tiga) hari setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu, demikian juga jadwal kampanye yang mesti dilaksanakan selama 21 hari (16 Maret -5 April 2014) atau sampai datangnya masa tenang harus tegas dan pasti atau tiga hari sebelum pemungutan suara. KPU juga yang harus proaktif mengandeng peserta Pemilu untuk menyepakati lokus Rapat Umum dan memonitoring aktivitas peserta Pemilu.
Kedua, Parpol peserta Pemilu. Parpol peserta Pemilu juga memegang peran penting, khususnya dalam upaya menciptakan praktek yang kampanye yang berkualitas, bermoral, dan bermartabat serta penuh rasa tanggungjawab. Peserta Pemilu diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsdip kampanye sehingga efektif dalam menyampaikan platform partai ke public, dengan tetap mempertimbangkan keramahan lingkungan, akuntabel, non-disrikiminasi dan tentunya menghindari pola-pola kekerasan, apalagi tindakana yang berbau anarkis. Namun sebelumnya, peserta Pemilu harus terlebih dahulu membangun komitmen dengan pihak penyelenggara untuk menyamakan persepsi akan metode, jadwal dan lokasi yang akan digunakan untuk kampanye Pemilu. Pemahaman metode, jadwal dan tempat kampanye bagi peserta Pemilu mempengaruhi kualitas aktivitas kampnaye di lapangan. Disamping itu, peserta Pemilu juga dituntut untuk memastikan pelaksana, petugas dan peserta kampnaye guna memudahkan pemantauan (monitoring) dan pengawasan.
Ketiga, Pengawas Pemilu. Agar proses kampanye berjalan sebagaimana yang ditentukan baik waktu, tempat, metode maupun petugas dan lain sebagainya dapat berjalan lancer maka perlu monitorning dan pengawasan dari penyelenggara Pemilu. KPU mestinya melalukan monitoring dengan pelibatan para pihak melalui pembentukan kelompok kerja (Pokja) kampanye. Sedangkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan terhadap tahapan kampanye sesuai dengan tingkatannya dan menerima laporan pelanggaran peraturan kampanye. Dalam hal ini ditentukan bahwa laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang bersifat administrative diteruskan ke KPU secara berjenjang, sedangkan laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang mengandung unsure pidana diteruskan kepada Kepolisian sesuai tingkatannya. Dalam hal ini, pihak komisioner pengawas dituntut untuk proaktif “menjemput bola” dan menjaring koordinasi sebanyak-banykanya dengan pihak terkait. Tujuannya jelas agar kinerja pengawasan berjalan dengan baik dan memberi kontribusi besar dalam menjalankan proses demokratisasi di Indonesia.
Tugas pengawasan menjadi semakin menantang bagi komisioner pengawas karena adanya kehadiran dunia maya. Peserta Pemilu dipastikan akan memanfaatkan jejaring social seperti email, twiter, youtobe, facebok dan lain sebagai media kampanye persuasive dalam upaya membujuk para pemilih. Personil pengawas secara otomatis diharuskan juga untuk mampu mengoperasional internet agar proses pengawasan berjalan efektif dan efisien.
Keempat, media. Media massa berperan dalam hal pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. Media massa yang dimaksudkan disini adalah media massa cetak, on-line, elektronik, dan lembaga penyiaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Biasa materi kampanye yang berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar yang dipublish melalui media massa. Poin penitng yang harus diperhatikan pihak media adalah jaminan atas pemberitaan, penyiaran dan periklanan yang berimbang alias perlakuan yang adil terhadap seluruh peserta Pemilu. Dengan demikian media sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menjadi penting keberadaannya dalam suatu pesta demokrasi.
Kelima, masyarakat. Peluang masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam kampnaye terbuka luas. Biasanya setiap tahapan Pemilu yang sudah memasuki tahapan krusial, secara kelembagaan dibuka kesempatan bagi organisasi non-pemerintah (ORNOP) untuk ikut terlibat dalam pemantauan aktivitas kampnye. Disinilah kesempatan bagi LSM, Ormas dan Orsos lainnya untuk dapat menjadi bagian dari penegak demokrasi yang hakiki. Disamping itu, komponen masyarakat lainnya juga diminta kontribusinya dalam memberikan informasi pelanggaran Pemilu dimanapun keberadaanya melalui pengawas terdekat, misalnya panitia pengawas lingkungan (PPL) yang disiapkan di setiap desa/keluarahan.
Harapan kita, kampanye Pemilu 2014 yang dijadwalkan KPU dapat menjadi ajang yang empuk untuk mempertontonkan proses kampanye damai dan bermartabat sebagai bagian dari pendidikan politik. Sementara, me-manage merupakan tugas kolaboratif tidak bisa dilakoni secara parsial. Untuk itu, kesadaran sosial semua pihak terkait menjadi penentu sejauhmana Pemilu Legislatif 2014 akan mampu menghasilkan output yakni terpilihnya anggota legislative yang amanah dan berintegritas sehingga mampu menghasilkan kinerja (outcome) yang bersentuhan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
*Penulis adalah dosen Stisip Nurdin Hamzah Jambi