JAKARTA - Istilah gali lubang tutup lubang cocok untuk menggambarkan kondisi seseorang yang harus berutang untuk membayar utang-utang sebelumnya. Kini, kondisi seperti itu terjadi pada Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, sepanjang 2012 lalu, Indonesia mengalami defisit primary balance. “Ini yang pertama kali sepanjang sejarah Republik Indonesia,” ujarnya kemarin (6/2).
Apa itu defisit primary balance? Mahendra menyebut, kondisi itu menggambarkan minusnya agregat pendapatan negara dan belanja negara tanpa bunga utang. “Artinya untuk membayar bunga utang, sebagian kita bayar dengan utang baru,” katanya.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi pendapatan negara pada tahun 2012 mencapai Rp 1.335,7 triliun atau 98,3 persen dari sasaran yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2012 yang sebesar Rp 1.358,2 triliun. Sedangkan realisasi belanja negara pada 2012 lalu mencapai Rp 1.481,7 triliun. Angka ini berarti 4,3 persen lebih rendah dari pagu belanja negara yang ditetapkan dalam APBN-P 2012, sebesar Rp 1.548,3 triliun.
Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, maka realisasi defisit anggaran dalam pelaksanaan APBN-P tahun lalu mencapai Rp146 triliun atau 1,77 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Untuk membayar bunga utang saja, setiap tahun Indonesia harus mengalokasikan dana lebih dari Rp 100 triliun. Adapun utang baru Indonesia pada 2012 lalu mencapai Rp 199 triliun yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun utang luar negeri.
Menurut Mahendra, salah satu penyebab defisit tersebut adalah membengkaknya beban subsidi yang menembus Rp 300 triliun. Karena itu, lanjut dia, tahun ini Kementerian Keuangan sangat berharap agar pengendalian konsumsi BBM bisa berjalan baik sehingga beban subsidi tidak membengkak. “Kalau tidak, tahun ini defisit bisa lebih buruk dan akan membahayakan APBN kita,” jelasnya.
(jpnn)