SBY Curhat di Depan Ratusan Bupati

Kamis 21-02-2013,00:00 WIB

PRESIDEN  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali berkeluh kesah. Di depan peserta rakernas Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), SBY mengaku selalu disalahkan dan dihujat selama delapan tahun kepemimpinan meski sudah bekerja keras.

 SBY punya gaya yang khas untuk curhat. Dia memulai dengan menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke daerah. Ketika bertemu bupati, wali kota, dan gubernur, menurut SBY, para pucuk pimpinan daerah itu sering curhat kepadanya.

 \"Seorang bupati, misalnya, mengatakan, \"Pak, rasanya kok berat sekali menjadi bupati.\" Kenapa? Saya bilang begitu. \"Ya, kok disalahkan terus, Pak. Maju kena, mundur kena. Kiri kata DPRD salah. Kanan kata pers salah. Jadi, kadang-kadang bingung kita. Padahal, rasanya kami sudah berikhtiar, berupaya.\" Kemudian, istri sang bupati membenarkan. \"Betul Pak SBY, seperti itulah yang kami hadapi\",\" ungkap SBY memulai curhatnya di hadapan ratusan bupati di Hotel Sahid Jaya kemarin (20/2).

 SBY juga berbagi pengalaman saat berbicara dengan seorang gubernur. Ternyata gubernur itu mengeluhkan hal yang sama. \"Wah, ini memang euforia reformasi belum selesai Pak SBY. Rasanya semua kebijakan saya, program saya, kok disalahkan semua. Dianggap gagal semua, ditentang. Kiri kanan sepertinya mengkritik. Kalau mengkritik baik, ini sudah pada posisi menghakimi. Salah, gagal, dan sebagainya,\" ucap SBY.

 Setelah mendengar keluhan tersebut, SBY menanyakan masa jabatan bupati dan gubernur itu. Ternyata bupati tersebut baru tiga tahun menjabat, sedangkan gubernur empat tahun. SBY lantas membandingkan dengan dirinya yang sudah menjabat presiden delapan tahun untuk dua periode.

 \"Pak Bupati dikritik, dihujat, disalahkan oleh masyarakat di kabupaten ini dalam waktu tiga tahun. Pak Gubernur, Bapak dikritik, disalahkan, dihujat oleh provinsi itu selama tiga tahun. Nah, saya yang menyalahkan, yang menghujat, seluruh rakyat Indonesia, dan sudah lebih dari delapan tahun. Kalau saya kuat, Bapak-Bapak harus kuat,\" kata SBY.

 Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyebut pernyataan SBY jelas sekali sebagai keluhan. \"Itu sekaligus menunjukkan SBY terlalu sentimentil dalam menanggapi kritik yang disampaikan publik melalui media terhadap dirinya,\" kata Burhan.

 Burhan juga menganggap pernyataan SBY yang menyebut dirinya telah disalahkan dan dihujat seluruh rakyat Indonesia selama delapan tahun tidak tepat. Pernyataan itu membuat publik yang diwakili media terkesan kurang berterima kasih atas beberapa kinerja SBY yang mungkin bisa dianggap baik. Dia juga mengingatkan kembali, munculnya SBY sebagai capres pada 2009 justru menunjukkan apresiasi publik yang direpresentasikan oleh media. \"Jadi, tidak betul juga SBY menjadi common enemy,\" sindir Burhan.

 Dia membenarkan bahwa intensitas kritik terhadap SBY, baik melalui media sosial maupun media konvensional, di periode kedua ini memang meningkat. Terutama, setelah Pilpres 2009. Tapi, itu wajar terjadi. SBY yang menang dengan angka meyakinkan ditambah partai pengusungnya menjadi jawara seharusnya bisa berbuat lebih. Tetapi, yang terjadi sebaliknya. Muncul gap antara harapan masyarakat dan realitas kinerja pemerintahan. \"Makanya, di periode kedua yang terjadi geregetan masal. Meskipun ada kritik, seharusnya ditanggapi secara arif,\" ujarnya.

 Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, SBY maupun kepala daerah yang berkeluh kesah sebenarnya tidak siap untuk menjadi pemimpin. Mereka, kata Ray, masih menggunakan konsep kekuasaan tradisional seperti di zaman Orba. \"Dalam bayangan mereka, kekuasaan itu bisa menindas orang dan dapat uang. Mereka juga tidak siap dikritik,\" kata Ray.

 Menurut dia, ke depan dibutuhkan generasi baru dengan paradigma baru. Generasi baru tersebut sadar bahwa tugas seorang pemimpin tidak saja menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial, tapi juga merawat demokrasi itu sendiri. \"Kalau soal SBY, sudahlah. Kita capek juga melayaninya,\" ujar Ray.

(pri/c10/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait