JAMBI - Anak-anak dibawah umur marak menjadi korban pelecahan seksual. Sejak Januari hingga akhir Maret 2013, tercatat sebanyak 9 kasus yang ditangani oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Jambi.
Tidak hanya masalah pelecahan seksual saja, kasus eksploitasi atau tindakan penelantaran anak-anak dibawah umur juga mulai marak. Dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, ada 3 kasus yang ditangani oleh BPPKB Kota Jambi.
Rasyid Ridho Siregar, Kepala BPPKB melalui bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Hidayatul Hasanah, membeberkan hal itu.
“Memang anak-anak dibawah umur selalu menjadi korban, baik itu korban pelecahan seksual maupun eksploitasi. Buktinya sejak januari 2013 ini pihak kita sudah beberapa kasus yang kita tangani. Berdasarkan laporan dari korban yang kemudian kita dampingi untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,” ujar Hidayatul.
Walau demikian, kata Hidayatul, pihaknya hanya bisa sebatas ikut menangani dan mendampingi sesuai dengan tupoksinya. Menurut dia, masih banyak kasus pelecehan lainnya yang tidak terpantau.
“Kasus yang ada tersebut hanya yang malaporkan kepada pihak kita. Saya pikir masih banyak kasus yang sama tidak terpantau lantaran tidak melaporkannya kepada pihak kita. Kita berharap jika ada hal yang seperti itu segera lapor,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan yang diterima pihaknya, lanjut Hidayatul, khusus untuk kasus pelecehan seksual terhadap anak, pada umumnya dilakukan oleh orang terdekat korban. Seperti, teman, pacar, dan bahkan yang sangat memalukan dilakukan oleh bapak kandung korban sendiri.
“Tidak dipungkiri, kasus pelecehan seksual yang terjadi banyak dilakukan oleh ayah kandung korban sendiri. Buktinya, berdasarkan data yang kita peroleh dari laporan korban, ada yang dilakukan oleh bapaknya sendiri. Begitupun dengan kasus ekploitasi,” bebernya.
Penyebab terjadinya kedua kasus tersebut, dikatakannya, diakibatkan minimnya pengetahuan agama pelaku. “Banyak hal yang menyebabkan terjadinya kasus pelecehan seksual, namun untuk kasus ekploitasi anak pada umumnya terjadi lantaran himpitan ekonomi keluarga sehingga harus mengorbankan anaknya sendiri,” tandasnya.
(cr11)