JAKARTA - Pemerintah hingga kini masih belum punya keputusan final soal kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan saat ini pemerintah sedang bingung menentukan dua opsi yang harus dipilih. Apakah harus dinaikkan secara serentak atau dibatasi untuk kalangan tertentu saja.
\"Jika dinaikkan maka akan meningkatkan inflasi. Jika inflasi naik orang miskin pun naik. Tapi kalau tidak naik akan mengancam keamanan fiskal dan defisit perdagangan,\" tutur SBY dalam pidatonya di acara pembukaaan Munas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) IX di Jakarta kemarin.
Apapun keputusan yang diambil, SBY mengatakan tujuannya adalah menurunkan subsidi. Jika memang BBM naik ia menegaskan akan memberi bantuan kepada rakyat atau dulu dikenal dengan bantuan langsung tunai (BLT).
Sementara itu banyak kalangan yang terus mendorong agar kebijakan menaikkan harga BBM segera dilakukan. Misalkan saja ketua Apindo Sofjan Wanandi. Menurut kacamatanya jika BBM tidak dinaikkan akan mengancam perekonomuian Indonesia. Subsidi BBM telah menggerogoti APBN sehingga sektor lain seperti infrastruktur terbengkalai.
\"Sebagai pengusaha kami tidak suka dengan naiknya BBM, tapi kalau untuk kepentingan nasional kami dukung seratus persen,\" terangnya. Jika subsidi BBM ditekan dan disalurkan ke pembangunan infrastruktur, itu sangat mendukung iklim usaha dalam jangka panjang.
Hal senada diungkapkan oleh Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. Pihaknya mendorong harga BBM segera dinaikkan. Jika tidak dilakukan dengan langkah apapun, APBN di akhir tahun bakal defisit akibat menggembungnya subsidi BBM. Ia juga menegakan kenaikan BBM tidak akan menggangu pertumbuhan industri. \"Pasti ada dampak. Tapi ini sudah dihitung, apalagi sudah kita bicarakan selama 3 tahun terakhir. Jika di awal ada penolakan itu hal yang biasa,\" ucapnya.
Mengenai dua opsi yang saat ini sedang ditimbang, ia pribadi lebih setuju dengan kenaikan harga BBM secara meluas. Sebab untuk membatasi pasokan bahan baker kepada pengguna mobil lebih sulit dilakukan. Pada rapat kabinet terakhir, lanjutnya, pemerintah ingin mengurangi subsidi BBM hingga Rp 80 triliun.
Pengamat Energi dari Universitas Indonesia Kurtubi menilai kompensasi kenaikan BBM jangan berupa BLT. Tindakan itu rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik. \"Lebih baik menyalurkan seluruh dana kompensasi ke pembangunan infrastruktur daerah tertingga,\" paparnya.
Bantuan itu bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan fasilitas pertanian. Menurutnya itu jauh lebih produktif. \"Sayang jika dana penghematan dialokasikan pada hal yang nonproduktif,\" ucapnya.
(uma/oki)