JAMBI- Aksi demo mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (BEM IAIN STS) Jambi dan Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) nyaris ricuh. Kejadian itu berawal ketika salah satu mahasiswa lepas dari pengamanan dan berhasil merangkak masuk ke halaman kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Salah satu mahasiswa yang juga menjadi orator dalam aksi tersebut menyebut dirinya ingin menemui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Erwan Malik. Saat aksi, mereka tak mendapatkan pengawalan ketat. Aksi itu hanya diamankan oleh 2 orang security dinas dan juga 3 orang orang mengenakan pakaian aparat kepolisian.
Awalnya, masa dihadang pengamanan ketika akan memasuki halaman kantor Dinas Pendidikan. Hingga salah satunya berhasil lepas dan menuju kantor. Hanya saja, dia berhasil ditangkap dan dihalau kembali ke kerumunannya.
Dalam orasinya, dia menilai, disiplin di dalam dunia pendidikan gagal. Oleh karenanya, dia mengatakan, mereka ingin bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan untuk menyampaikan kritikan mereka. Mereka juga menilai, jika pendidikan di Provinsi Jambi tak berpihak kepada masyarakat kecil.
“Di simpang-simpang kita lihat banyak anak yang seharusnya sekolah malah menjadi pemulung dan menjajakan koran. Apakah ini yang namanya sudah berpihak kepada orang miskin. Apakah dinas pendidikan tak pernah menoleh ke bawah. Banyak anak-anak yang memulung dan tidak mendapatkan pendidikan yang baik,” katanya.
Tak lama melakukan orasi, mereka diterima langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Erwan Malik. Mereka menuntut juga agar Ujian Nasional dihapuskan. Nurhadi Prabowo, presiden BEM IAIN STS Jambi, kepada Erwan menyampaikan, saat ini, kualifikasi guru sangat rendah.
“Fasilitas pendidikan tak jelas. Anggaran UN harusnya bisa dialokasikan untuk melakukan perbaikan fasilitas sekolah. Indonesia belum mampu terapkan UN, hapuskan saja UN. Perbaiki sarana sekolah, kualifikasi guru tingkatkan, baru berfikir untuk menggelar UN,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan, moral siswa saat ini juga sudah bobrok. Pakaian yang dikenakan siswa untuk selkolah juga tak lagi memandang etika yang sepantasnya. “Kami minta agar ke depan siswa menggunakan rok panjang, karena ini kepentingan moral anak bangsa Indonesia. Selain itu, tambah jam pelajaran agama di sekolah. Satu jam dalam satu minggu untuk pelajaran agama mana bisa memperbaiki moral siswa,” tegasnya.
Sementara itu, Erwan mengatakan, pihaknya memang sudah membuat edaran agar siswa pakai rok panjang untuk sekolah. Sementara soal UN, kata Erwan, pihaknya tak bisa memberikan keputusan. “UN ini kebijakan pusat, di daerah hanya sebagai pelaksana. Namun untuk pelaksanaan UN ini di pusat juga ada gejolak. Kami di Provinsi Jambi mengikuti kebijakan pusat. Apapun kebijakannnya kami akan mengikuti. Kami tak ada kebijakan untuk itu,” katanya.
Soal banyak anak-anak usia sekolah yang menjadi pemulung dan penjajaj koran, dia tak bisa memberikan komentar banyak. “Soal itu kami akan lakukan peningkatan. Satu tahun disiapkan beasiswa Rp 30 miliar untuk itu,” katanya.
Akan tetapi, statemen itu langsung ditentang oleh pendemo. Mereka menilai, beasiswa tak ada gunanya. Pasalnya, beasiswa hanya untuk orang-orang tertentu saja. Dikatakan pendemo juga, beasiswa hanya untuk keluarga dari pejabat saja. “Kami tak butuh beasiswa. Masih ada yang memulung. Mana yang katanya pendidikan di jambi berubah. Kalau beasiswa tak usah dikatakan. Beasiswa tak ada gunanya,” kata salah satu pendemo lantang.
Tak lama berselang, setelah mendapatkan jawaban dari Erwan, masa pendemo langsung membubarkan dirinya dengan damai.
(wsn)