Oleh: Sayuti Hamsi
Sebat lagu dari almarhum Jefri al-Bukhari:
Sepohon kayu daunnya rimbun, lebat bunganya serta buahnya, walaupun hidup seribu tahun, kalau tak sembahyang apa gunanya.
Kepergian ustad Jefri al-Bukhari (Jumat, 26 April 2013) untuk selamanya, sampai kini masih terus mewarnai siaran tv mulai dari aktivitas pengajian yang digelar keluarga almarhum, termasuk sosok pribadi, sepak terjangnya, pengaruhnya dalam keluarga dan masyarakat, bahkan termasuk pertaubatannya pasca lepasnya almarhum dari dunia remang.
Ustad yang menghembuskan napas terakhir akibat kecelakaan tunggal pada Jumat yang dini itu, membuat masyarakat tersentak, terkejut, sedih dan haru seolah-olah hari berkabung nasional. Pada hal ia juga bukan ilmuwan yang telah melahirkan puluhan karya fenomenal, juga bukan sosok pejabat pengendali kebijakan, dan juga bukan konglomerat yang wafat dengan meninggalkan warisan banyak saham, perusahaan dan karyawan.
Sang Ustad begitu digandrungi, sepertinya sudah jadi milik publik, dan perasaan itu baru terhelas pihak keluarga setelah ia sudah. Dari berbagai informasi tayangan media, semasa hidupnya, almarhum juga luput dari masa sulit, tapi ia berhasil keluar dari dunia itu dengan menempuh jalan suci, merentang jalan jadi pendakwah yang mengintegrasikan misi dakwah dengan seni, berduet banyak penyanyi religi, mengislamisasi dunia musik dengan aransemen dan lirik lagu yang beraroma Islami, sehingga misi dakwahnya menjadi hidup dan berseni
Syukur atas nikmat potensi yang dititipkan Tuhan padanya, ia olah bakat dakwahnya untuk masuk ke dunia blantika musik tanah air menjadi industri dakwah yang berseni, melambungkan namanya sebagai publik figur yang dicintai.
Pendekatan Dakwah Efektif
Integrasi dakwah dan seni hiburan yang dilakoni dengan memanfaatkan kecanggihan media, sebuah langkah strategis dakwah yang efektif dalam konteks kekinian. Metode demikian, sebenarnya sudah dilakoni pada mubalig nusantara pada zaman Wali Songo, dimana gerakan islamisasi dan penyebaran Islam yang begitu cepat dan mudah diterima oleh rakyat rakyat, karena para wali juga sukses mengintegrasikan misi dakwah dengan seni wayang kulit yang tempo doeloe jadi pusat hiburan masyarakat Jawa
Padahal, dunia pewayangan kala itu terlahir dari budaya hindu dan budha yang tentu sarat dengan ajaran pelahirnya, tapi para sunan mengelaborasi dengan menginpus unsur keislaman ke dalamnya. Cerita Pandawa dan Kurawa yang digandrungi rakyat kala itu, diislamisasi dengan ruh yang Islami sehingga mudah diterima masyarakat jawa dengan suasana sejuk dan damai.
Integrasi dakwah dengan musik, bukanlah barang baru dalam blantika dakwah Indonesia, sebab sebelumnya sudah ada duet Zainuddin MZ dengan raja dangdut Rhoma Irama yang sukses melambungkan pentas “Nada dan Dakwah”, Duet ini, membawa seni-dakwah berkibar tinggi melalui media televisi dan film, integrasi keduanya tidak saja mengibur, tapi juga bermuatan spiritualisasi siaran yang melambungkan reputasi Zainuddin sebagai dai sejuta umat.
Saat Zainuddin mulai redup karena merentang jalan menunju pentas politik melalui Partai Bulan Bintang yang didirikan, muncul pula sosok dai yang tak kalah khasnya, Abdullah Gymnastiar “Aa Gym”. Dengan Manajemen Qalbu yang didirikanny untuk mengatur aktivitas dakwahnya, da’i yang berlogat sunda dengan pendekatan “mau’izah” ini, juga sukses melambungkan reputasinya ke orbit mimbar, bahkan albumnya “Jagalah hati” mendapat respon keumatan yang luar biasa.
Jefri al-Bukhari yang berkibar belakangan dan populeritasnya menaik jelang akhir hayatnya itu, bukan mengganti kebesaran kedua dai yang lebih dahulu tenar, hanya saja ketika Jefri al-Bukhari sedang menapaki tanjakan bukit menuju puncak, justri posisi Zainuddin dan Aa Gym sedang menempuh jalan penurunan dari puncak yang berliku karena terpaan ujian dan cobaan.