Terpisah, Jubir KPK Johan Budi S.P kembali menegaskan kalau institusinya tidak mempermasalahkan rencana pelaporan PKS ke Mabes Polri. Seperti diberitakan sebelumnya, hari ini DPP PKS berencana melapor atas tindakan KPK yang dianggap tidak menyenangkan. \"Silahkan. Itu hak mereka. KPK hanya melaksanakan kewenangan sesuai UU Tindak Pidana Korupsi,\" ujarnya.
Dia memastikan kalau kinerja KPK tidak akan terganggu dengan pelaporan itu. Termasuk, pengusutan dugaan suap dalam pengaturan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian. Bahkan, rencana untuk kembali mengambil lima mobil yang diduga milik LHI di DPP PKS tetap dilakukan.
Namun, dia mengaku belum tahu pasti kapan kendaraan roda empat bermerk Mazda CX, Toyota Fortuner, VW Caravelle, Mitsubishi Pajero Sport dan Nissan Navara itu akan diambil. Johan mengaku belum diberi informasi kapan mobil itu disita penyidik. \"Ya, akan dilakukan. Caranya, sama seperti sebelumnya,\" tandas Johan.
Yang dimaksud Johan, penyidik akan mendatangi DPP PKS untuk mengambil langsung mobil-mobil yang kini sudah disegel itu. Dia juga memastikan jika pihaknya tetap melengkapi para petugas dengan tanda pengenal, hingga surat penyitaan.
Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Irawan mendukung langkah KPK untuk kembali melakukan penyitaan. Menurutnya, PKS tidak bisa menghalangi karena penyitaan memang upaya paksa. Apalagi, sebagai partai mereka sudah menegaskan untuk tidak ikut campur dalam kasus LHI. \"Kalau memang itu (mobil) milik LHI, ya sudah serahkan saja,\" tandasnya. Dia yakin apa yang sudah dilakukan KPK sesuai dengan prosedur. Oleh sebab itu, Iwan meminta KPK untuk tidak gentar dalam menyelesaikan kasus dan mengamankan barang bukti berupa mobil yang kini berada di DPP PKS.
Apalagi, dia yakin kalau langkah PKS melapor ke Mabes Polri bukan langkah yang tepat. Sebab, secara hukum penyitaan merupakan bagian dari upaya paksa. Jadi, selama semuanya sudah sesuai prosedur tidak perlu mengkhawatirkan ancaman PKS yang berniat mempermasalakan KPK dengan delik perbuatan tak menyenangkan.
Asep mengatakan kalau ada penyitaan, barang yang harus diseta wajib untuk diserahkan. Apalagi, DPP PKS bisa dipermasalakan dengan UU TPPU karena dititipi mobil oleh LHI. \"Mau kena juga\" Kalau itu (penyitaan) demi penyidikan ya sudah serahkan. Kan lucu supir punya mobil mewah,\" tandasnya.
Menanggapi soal mobil yang diatasnamakan orang lain, Kuasa Hukum LHI, Zainuddin Paru mengatakan kalau itu hal lumrah di PKS. Inventaris berupa mobil memang biasanya tidak atas nama kader karena ada beberapa alasan. Yakni, susah kalau leasing dan menjual kembali mobil jika diatasnamakan partai. \"Di PKS, tidak ada mobil atas nama partai. Selain itu, menggunakan nama kader lain karena kalau tercatat punya dua mobil akan kena pajak progresif,\" tandasnya. Dia juga menegaskan kalau PKS tak pernah menghalangi penyitaan mobil asal dilakukan sesuai prosedur.
Sementara itu, khusus menanggapi pernyataan Fahri Hamzah tentang wacana pembekuan partai, Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menilai, kalau pernyataan bahwa Demokrat yang justru lebih layak untuk dibekukan adalah representasi kegalauan wasekjen PKS itu atas kondisi partainya sendiri terkini. \"Dia itu lagi panik, galau, dan tertekan, jadi ngomong pun asal-asalan saja,\" kata Sutan.
Semestinya, lanjut dia, Fahri berkonsentrasi saja mengurus partainya yang kini sedang dirundung masalah. \"Tidak usah membawa-bawa nama partai lain, apalagi bicara tentang Demokrat,\" imbuh wakil ketua Fraksi PD di parlemen itu.
Dia menambahkan, bahwa tindakan Fahri dengan menyeret-nyeret nama partainya adalah tindakan yang tidak etis. Apalagi, mengingat PKS juga masih merupakan anggota koalisi partai pemerintahan bersama dengan Demokrat. \"Kurang elok jadinya sesama koalisi, tapi kita doakan saja agar PKS dapat segera keluar dari cobaan yang dihadapinya,\" pungkas Sutan.
(bay/dim/dyn/agm)