Oleh: Bukhori, S. Pd
PEKERJAAN sebagai guru adalah hal yang sangat mulya di sisi Allah dan mendapat penghargaan yang tinggi. Hal ini sebagaimana dikatakan Allah dalam Alqoran surah Almujadalah ayat 11: Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan ditinggikan beberapa derajat.
Penghargaan yang tinggi tersebut tentu pantas diberikan kepada seorang guru yang betul-betul tulus dan ikhlas bekerja secara profesional. Untuk menjadi seorang yang profesional, seorang guru berkewajiban memiliki kompetensi –paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Di samping itu, guru juga perlu memiliki motivasi sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Khalik dan sesama manusia. Motivasi sangat diperlukan sebagai respon terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai tujuan pendidikan.
Motivasi dalam ajaran Islam sangat penting karena nilai perbuatan manusia itu di sisi Allah SWT sangat tergantung pada niat seseorangg dalam melakukannya. Profesional dalam sebuah pekerjaan dalam Islam sangat dituntut, karena Rosulullah mengingatkan kiepada umatnya untuk memberikan pekerjaan kepada yang ahlinya, jika tidak niscaya kehancuran akan terrjadi.
Hal ini menunjukkan , profesionalitas menjadi hal yang sangat penting dalam kesuksesan dari suatu pekerjaan. Alhasil, pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kriteria yang telah ditentukan, agar pendidikan tidak lagi menjadi momok bagi anak bangsa sebagai pewaris generasi berikutnya.
Upaya pemerintah dalam mewujudkan profesionalisasi guru yaitu melalui sertifikasi penjaringan guru profesional. Hal ini terbukti sejak digulirkannya penjaringan guru profesionl tahun 2007 hingga sekarang lebih dari 90 % guru di Indonesia sudah dinyatakan profesional. Namun timbul satu pertanyaan, apakah melalui sertifikasi guru menjadi profesional? Jika hal ini tidak dibarengi dengan motivasi kinerja yang tulus ikhlas dan bekerja secara profesional, tentu semuanya hanya ada selembar kertas sertifikat dan PIN bentuk bulat yang bertuliskan “Guru Profesional.” Keraguan itu muncul karena tidak terlepas dari motivasi seorang guru hanya untuk mendapatkan tunjangan profesi yang cukup menggiurkan.
Tugas guru bukanlah sekedar mengajar tetapi sekaligus sebagai pendidik. Guru tidak hanya dituntut harus menguasai bahan ajar semata, tetapi harus menyadari dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Harapan orang tua, masyarakat maupun pemerintah tertumpu pada guru terutama guru profesional untuk dapat memberikan pencerahan dalam dunia pendidikan yang tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Guru sebagai pendidik betul-betul dapat memainkan perannya untuk membentuk kecerdasan peserta didik secara seimbang, baik kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan sosial serta kecerdasan lainnya.
Dalam persfektif Islam, menurut Ulfatmi, ada tiga peran penting guru yang profesional yang tidak dapat diabaikan. Pertama, sebagai pendidik, secara implisit guru telah mengorbankan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang dipikul oleh orang tua. Dengan penuh kepercayaan, orang tua menyerahkan anaknya kepada guru untuk dapat menjalani prooses pendidikan. Oleh karena itu tentunya seorang guru memiliki persyaratan yang layak menjadi seorang pendidik.
Menurut Zakia Derajat, guru yang layak sebagai pendidik yaitu, taqwa, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia. Di samping itu, tentunya dapat menjadi suri teladan (model) dan pembimbing yang sabar dalam menghadapi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kedua, guru sebagai psikolog. Dalam pendidikan Islam, aspek rohani tidak dapat diabaikan. Untuk itu, hubungan guru dengan peserta didik tidak sekedar hubungan antara pengajar dengan yang diajar, akan tetapi menjalin hubungan kasih sayang, sehingga terjalinnya jembatan hati antara guru dengan peserta didik.
Hal ini tentunya tidak mudah, karena guru harus memahami secara psikologis siswa sekaligus berperan sebagai psikolog yang mampu mengenal pribadi peserta didik, mengenal kebutuhan peserta didik, menghargai dan mencintai sepenuh hati yang ditunjukkan dengan kemauan guru berbagi dengan peserta didik. Di samping itu, guru mau memberikan penghargaan kepada peserta didik sekecil apapun yang dapat mereka lakukan.
Ketiga, Sebagai da’i. Dalam dunia pendidikan modern telah banyak dilahirkan peserta didik yang cerdas inteklektual tetapi tidak memiliki kecerdasan spritual. Pada hal, untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, harus dibarengi kecerdasan spritual, emosional, dan sosial. Hal ini terbukti banyak siswa yang pintar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi tidak mampu dalam spritual, emosional dan sosial. Untuk itu, peran guru sebagai da’i atau mubaligh menumbuhkembangkan jiwa ketuhanan peserta didik secara terus menerus sesuai dengan perkembangan kejiwaannya.
Jika ketiga peran tersebut mampu dijalankan oleh seorang guru, tentunya akan lahir peserta didik yang memiliki sumber daya yang berkualitas dengan kecerdasan seimbang. Guru yang mampu menjalani peran tersebut itulah figur Guru yang profesional. Harapan, guru profesional yang telah disertifikasi mampu memberikan pencerahan dalam dunia pendidikan buat anak bangsa di negeri yang kita cintai ini.
Penulis, Guru MTs Negeri Ladang Panjang,
Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi.