Oleh : Yahman
BUKAN yang pertama, kematian satwa yang dilindungi akibat ulah tangan manusia di Taman Rimbo. Belum genap sebulan, Sirosi dan Sonia, didatangkan dari Taman Safari Indonesia II Cisarua, dua ekor Singa bersama seekor Harimau Sumatera bernama Peter positif diracun. Kejadian serupa pernah terjadi 4 tahun lalu pada tanggal 23 Agustus 2009, Sheila, seekor harimau sumatera yang berusia sekitar 25 tahun diracun dan dibunuh di kandangnya. Kemudian kulit dan organ tubuh lainnya dibawa kabur, hanya isi perut yang ditinggalkan pelakunya. Mengapa semua ini bisa terjadi ?
Membunuh binatang tanpa alasan merupakan perbuatan dosa yang amat buruk. Terlebih binatang tersebut tidak mengganggu, apalagi binatang yang dilindungi. Oleh karena itu sangat beralasan jika Gubernur Jambi sampai bersikap keras menemukan pelaku pembunuhan dengan menggunakan racun striknin tersebut. Spekulasi terhadap keterlibatan orang dalam yang menjadi dalang semakin menguat. Mengingat tidak sembarangan orang yang bisa memberi makan binatang buas ini di kandangnya.
Meninggalnya Satwa yang dilindungi tersebut, ada kemungkinan karena kecemberuan sosial. Maklum, pengunjung taman rimba tersebut bertambah. Selama Idul Fitri saja, terjual karcis Rp 92 juta.
Besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh bisa menimbulkan cemburu bagi pihak-pihak tertentu yang tidak menghendakinya. Dalam pandangan psikolog, cemburu adalah suatu emosi yang kuat bahwa itu adalah salah satu penyebab utama pembunuhan di dunia. Cemburu yang tidak dapat dibendung dan terus dibiarkan akan berubah menjadi dengki (tidak rela dengan kesenangan yang diperoleh orang lain). Dengki merupakan penyakit hati yang tidak hanya dapat berakibat buruk bagi orang lain, tetapi juga akan merusak diri orang yang memilikinya. Oleh karena itu dengki merupakan sifat yang diharamkan oleh agama.
Ciri orang yang dihinggapi penyakit dengki adalah senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang (SMS), jika sifat ini hinggap di hati manusia, maka rasa saling ingin menjatuhkan kawan menjadi satu hal yang biasa. Hal ini nampak kental didalam suasana pertarungan politik untuk meraih kekuasaan saat ini yang cenderung mengadopsi faham Machiavelis dengan menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Mungkinkah sifat cemburu dan dengki yang merusak ini saat ini sudah menjalar ketubuh birokrasi yang notabene pegawai negeri sipil (PNS) menjadi titik sentralnya, ataukah memang rasa cemburu dan dengki tersebut juga sudah mulai menyebar ditengah masyarakat Jambi yang menyandang julukan Kota Beradat. Benarkah panasnya api cemburu terhadap manfaat ekonomi yang menggiurkan atau alasan lain yang mengakibatkan tewasnya sepasang Raja Hewan dan seekor Raja Hutan yang memiliki daya tarik istimewa di kebun binatang kebanggaan masyarakat jambi kali ini. Jika benar pelaku pembunuhan terhadap satwa dilindungi tersebut adalah warga Jambi, maka kita telah gagal dalam melakukan pendidikan karakter secara umum di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah yang kita cintai ini. Wallahu A”lam Bishawab.
(Widyaiswara Bandiklatda Provinsi Jambi, saat ini sedang menempuh program Doktor di Univ. Negeri Yogyakarta.)